BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini pertumbuhan
dunia usaha di tanah air mengalami banyak kemajuan, hal itu terlihat semakin
bermunculannya industri yang bervariatif serta menampung banyak pencari kerja.
Hal itu tentu berdampak pada pengelolaan yang lebih baik agar industri yang
dijalankan dapat lebih bertambah atau bahkan dapat lebih berkembang. Yang
dikelola oleh industri tidak hanya sesuatu yang bersifat material seperti uang,
mesin atau bahan-bahan lainnya yang diperlukan dalam memproduksi suatu barang
tetapi juga hal-hal yang bersifat non material yakni sumber daya manusia yang
ada dalam perusahaan tersebut.
Jika dibandingkan dengan
unsur-unsur lain dalam perusahaan, menurut beberapa ahli sumber daya manusia
adalah unsur terpenting dan paling kompleks. Dalam industri, perhatian bukan
hanya terfokus pada keuntungan yang didapat tetapi juga kepada karyawan yang
menjalankan roda perusahaan. Perusahaan berkembang menjadi lebih besar bukan
karena modal yang besar atau hasil produksi yang berlimpah tetapi juga faktor
sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghasilkan barang ataupun jasa.
Terkait arti pentingnya sumber daya manusia dalam perusahaan
maka keberadaannya harus pula dilindungi dalam hal kesejahteraan, kesehatan,
dan keamanan. Dalam bekerja manusia mendambakan suatu kepuasan kerja baik dari
segi materiil maupun segi moril. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal
yang bersifat individual, artinya setiap individu memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal
tersebut disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu (Munandar,
2001).
Kepuasan kerja (job
satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya
manusia, baik langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap produktifitas
kerja. Kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan seseorang
dengan imbalan yang disediakan (Robbins, 2003). Robbins (2003) menyatakan bahwa
kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang
tersedia. Kepuasan kerja yang rendah akan berdampak negatif terhadap
produktifitas kerja.
Menurut As’ad (2003) kepuasan kerja dapat berpengaruh
pada perilaku karyawan antara lain produktifitas, kehadiran, kecelakaan kerja
dan pengunduran diri. Hal senada juga dikemukakan oleh Keith dan Davis (dalam
Mangkunegara, 2004) bahwa pada organisasi yang tingkat kepuasan kerja
karyawannya kurang terdapat angka pengunduran karyawan yang lebih tinggi.
Berkenaan dengan masalah kepuasan kerja karyawan, ada
banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dalam pekerjaannya
diantaranya sistem kompensasi yang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai
dan gaya kepemimpinan dari seseorang yang secara organisasi berada dalam
tingkatan yang lebih tinggi dari dirinya. Dari segi kompensasi, setiap karyawan
akan selalu membandingkan antara hasil input dirinya dengan hasil input orang
lain. Perlakuan yang tidak sama baik dalam reward
maupun punishment merupakan
sumber kepuasan atau ketidakpuasan karyawan. Dalam hal gaya kepemimpinan
bahwasanya bekerja tanpa adanya arahan akan mengakibatkan pekerjaan menjadi
tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan akan mengakibatkan menurunnya
motivasi untuk bekerja.
Terkait dengan itu, Islam
mengajarkan dalam bekerja hendaklah kita tidak terlalu mementingkan materi
saja, tetapi harus pula disertai dengan keikhlasan, sabar, dan syukur. Sehingga
kita bisa bekerja dengan sepenuh hati dan akibatnya kita akan merasakan
kepuasan dalam bekerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja secara
umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap,
pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan
kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan-kepuasan itu tidak tampak, tetapi
dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan kerja akan berbeda pada
masing-masing individu dan sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan
dari masing-masing individu. Namun demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu
dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang
pengertian kepuasan kerja ada beberapa pendapat sebagaimana menurut Siegel dan
Lane dalam batasan yang diberikan oleh Locke (Munandar, 2001), bahwa kepuasan
kerja adalah
“The appraisal of one’s job as attaining or allowing the attainment of
one’s important job values, providing these values are congruent with or help
fulfill one’s basic needs” (Penilaian pekerjaan seseorang dalam pencapaian
nilai pekerjaan seseorang yang penting serta menyediakan nilai-nilai tersebut
yang sesuai dengan kebutuhan dasar seseorang).
Sementara itu, Howell dan
Dipboye (Munandar, 2001) berpendapat bahwa kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya karyawan terhadap
berbagai aspek dari pekerjaanya. Denga kata lain kepuasan kerja mencerminkan
sikap karyawan terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja merupakan
perasaan yang menyangkut karyawan terhadap pekerjaannya, apakah memuaskan atau
tidak.
Adapun teori-teori yang
berkaitan dengan kepuasan kerja menurut Munandar (2001) ada tiga macam, yakni :
A. Discrepancy
Theory (Teori Pertentangan)
Teori dari Locke ini menyatakan bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan terhadap aspek-aspek pekerjaan memperlihatkan
pertimbangan dua nilai, yaitu 1.) Pertentangan yang dipersepsikan antara apa
yang diinginkan individu dengan apa yang ia terima; dan 2.) pentingnya apa yang
diinginkan bagi individu tersebut. Menurut Locke juga individu akan merasa puas
atau tidak puas merupakan hal pribadi, tergantung bagaimana mempersepsikan ada
kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil
keluarannya.
B. Facet Satisfaction (Model Kepuasan
Bidang/Bagian)
Menurut teori ini, orang akan puas
dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka
persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan
jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima.
C. Opponent-Process
Theory (Teori Proses-Bertentangan)
Prinsip teori ini adalah jika
individu memperoleh imbalan atas pekerjaan yang dilakukan mereka merasa senang,
sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah beberapa waktu rasa senang tersebut
menurun sedemikian rupa sehingga menjadi agak sedih sebelum kembali lagi ke
tingkatan normal. Hal ini terjadi karena emosi yang berlawanan berlangsung
lebih lama.
Selain
teori tersebut, juga ada teori lain yang membahas kepuasan kerja two
factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg (Alim, 2009). Two
factor theory ini juga dikenal dengan motivator hygiene theory,
teori Herzberg ini diturunkan atas pembagian
hierarki kebutuhan Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Kebutuhan tingkat
atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari maslow adalah penghargaan dan aktualisasi
diri yang disebut sebagai motivator, sedangkan kebutuhan yang lain
digolongkan menjadi kebutuhan bawah yang disebut sebagai hygiene factor.
Kebutuhan lain tersebut adalah kebutuhan sosial, rasa aman dan fisiologis. Terdapat
faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor
tertentu yang disosiasikan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain (Alim, 2009) :
- Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.
- Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
- Pencapaian (achievement), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
- Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya.
- Pekerjaan itu sendiri (work it self), besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya.
Semua
faktor diatas sering kali berhubungan dengan isi (content) dari sebuah
pekerjaan, itu mengapa seringkali disebut juga content factor. Sedangkan
kelompok-kelompok faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam pekerjaan
seringkali disebut dengan context factor. Faktor-faktor ini adalah (Alim, 2009) :
- Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan.
- Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.
- Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance)
- Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat keseuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
- Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.
Content
factor dalam teori Herzberg sering
disebut dengan motivator, yaitu faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat
memenuhi kebutuhan tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas
atas pekerjaannya. Bila content factor ini tidak ada, maka akan dapat
menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas pekerjaannya atau orang tersebut
dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi juga tidak merasa ”tidak
puas”. Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan
pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan
memberikan kesempatan untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah.
Bila context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak
sesuai maka dapat membuat pekerja merasa tidak puas (dissatisfied). Dalam
ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga kerja banyak mengeluh
dan merasa tidak puas, tetapi bila dipenuhi maka pekerja akan berada pada
posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas) atau tepatnya dalam keadaan
posisi netral.
Menurut Blum (As’ad, 2003) terdapat faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja, antara lain :
a. Faktor Individual
Yang terdiri dari umur,
kesehatan, watak dan harapan.
b. Faktor Sosial
Meliputi hubungan kekeluargaan,
pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja,
kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c. Faktor Utama (Pekerjaan)
Terdiri dari upah/gaji, pengawasan,
ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga
penghargaan terhadap kecakapan, hubungan social dalam pekerjaan, kecepatan
dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang
berkaitan dengan pribadi ataupun tugas.
Sementara itu, Ghiselli
dan Brown (As’ad, 2003) mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja,
yaitu :
1. Kedudukan/posisi
Secara umum terdapat anggapan atau
pendapat bahwa individu yang bekerja pada tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
akan cenderung lebih puas daripada individu yang bekerja pada tingkat pekerjaan
yang lebih rendah. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan
memperlihatkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat
pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2. Pangkat/golongan
Dalam hal ini pekerjaan yang
mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan
kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika terdapat kenaikan gaji,
maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat/golongan dan
kebanggan terhadap kedudukan baru tersebut akan merubah perilaku dan perasaan.
3. Umur/usia
Umur dinyatakan memiliki hubungan
antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34 tahun dan
umur 40 sampai 45 tahun merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan
kurang puas terhadap pekerjaan.
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
Masalah financial dan jaminan social
secara umum berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5. Mutu Pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan
pihak manajemen perusahaan sangat penting dalam arti menaikkan produktivitas
kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang
baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya
merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut, atau kata
lainnya rasa memiliki (sense of belonging).
Kepuasan kerja karyawan
ini nantinya akan diukur menggunakan penilaian responden terhadap beberapa
indicator seperti hubungan dengan pimpinan, hubungan dengan rekan, lingkungan
fisik kerja, saran atau kritik dari rekan kerja, hasil penyelesaian tugas dan
tanggung jawab, perasaan di tengah keluarga terkait dengan kebutuhan tugas di
kantor, perasaan jika mendapat penghargaan dari atasan, perasaan atau penilaian
terhadap gaji, tunjangan dan bonus yang diberikan perusahaan, penilaian
terhadap jaminan atau asuransi kesehatan, jaminan pension, dan penilaian
terhadap cuti kerja.
B. Islam dan Kepuasan Kerja
Jika
kepuasan kerja dikaitkan dengan ajaran Islam maka yang muncul adalah tentang
ikhlas, sabar, dan syukur. Ketiga hal
tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari sangat berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam
bekerja terutama kepuasan kerja. Bekerja dengan ikhlas,
sabar dan syukur kadang-kadang memang tidak menjamin menaikkan output. Tapi
sebagai proses, bekerja dengan ketiga aspek tersebut memberikan nilai tersendiri.
Dengan bekerja secara ikhlas yang disertai dengan sabar dan syukur maka ada
nilai satisfaction tertentu yang diperoleh, yang tidak hanya sekedar output.
Ketika pekerjaan selesai, maka ada kepuasan yang tidak serta merta berkaitan
langsung dengan output yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Bekerja dengan tidak disertai
ikhlas, sabar dan syukur bisa menjadikan orang bermuka cemberut menyelesaikan
tugas. Pekerjaan memang selesai, output ada, dan target bisa diperoleh. Tapi
keberhasilan yang diperoleh bila bekerja tidak ikhlas, bisa membawa rasa marah
dan capai. Orang yang menyelesaikan
pekerjaan dengan rasa ikhlas, sabar dan syukur mempunyai aura tubuh yang
menggembirakan. Senyum yang cerah dan riang. Sebaliknya orang yang bekerja
tidak ikhlas, sabar dan syukur akan tetap merasa tertekan, dan tidak puas,
meski target dan output kegiatannya terpenuhi.
Untuk bekerja secara
ikhlas dengan sabar dan syukur, memerlukan sikap menerima apa adanya atau legowo.
Seseorang yang memiliki sikap menerima apa adanya atau legowo bisa menerima
keberhasilan dan ketidakberhasilan. Selalu siap menerima kenyataan bahwa output
kerjanya lebih banyak dinikmati orang lain daripada untuk diri sendiri. Meski
sudah kerja keras, dan kerja keras, outputnya ternyata adalah untuk pihak lain.
Oleh sebab itu, kita diharuskan untuk bersyukur dan melihat ke golongan bawah
serta tidak membandingkan dengan golongan atas. Hal tersebut sesuai dengan
hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, dia berkata “Rasulullah
Saw pernah bersabda, "Lihatlah orang yang dibawahmu, jangan lihat orang
yang diatasmu. Dengan begitu maka kamu tidak menganggap kecil terhadap nikmat
Allah yang kau terima." (HR Bukhari-Muslim).
Di era kompetisi kerja
yang sangat keras dan ketat, bekerja dengan ikhlas, sabar dan syukur menjadi
suatu tantangan yang berat. Tidak mudah untuk menerima kenyataan dimana seorang
yang berhasil "menang", kompetisi dalam bekerja, ternyata outputnya
lebih banyak untuk orang lain. Dengan bekerja secara ikhlas, sabar dan syukur tantangan
yang berat itu menjadi ringan.
Jika seseorang
tersebut bekerja dengan ikhlas, sabar dan syukur maka ketika diberi nikmat oleh
Allah SWT, ia akan berdoa sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah surat Al
An’am: 19 yang berbunyi :
“Ya Tuhanku, anugerahilah aku kemampuan untuk mensyukuri nikmat yang
telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku”.
Syukur
berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang sempurna digunakan
dengan baik, indra yang diberikan akan maksimal jika kita menyadari akan
potensinya, kondisi sadar atas kepemilikan diri adalah konsep syukur, begitu
juga kita diberi umur, kesehatan digunakan dengan baik, harta yang cukup
digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Jika tidak mendapatkan itu selanjutnya adalah sabar dan ikhlas dengan
tetap memperhatikan potensi diri, memahami kondisinya, tetap stabil tidak larut
dalam kesedihan atau kesenangan, tidak mudah putuh asa yang mengakibatkan stres
atau depresi yang akan menimbulkan prilaku negatif, merugikan diri sendir
bahkan orang lain, jadi bukan sabar yang ’bodoh’ tetapi penuh dengan
kreatifitas, keteguhan, optimis jiwanya, tidak gampang terombang-ambing
keadaan, Itulah kesadaran kita tetap terjaga dan terbaharui yang memungkinkan
untuk mengambil keputusan dan tindakan secara bijaksana walaupun dalam situasi
yang sulit sekalipun (Fahruddin, 2009).
BAB III
KESIMPULAN
Dalam menjalani pekerjaan
kita sehari-hari hendaknya kita selalu mensinergikan rasa ikhlas, sabar dan
syukur agar dalam bekerja kita bisa memaksimalkan potensi yang ada di diri kita
tanpa selalu melihat adanya materi, dan lain-lain.
Rasa bersyukur yang telah
ada hendaknya selalu ditumbuhkan dengan selalu melihat kepada golongan bawah,
sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, dia berkata “Rasulullah Saw pernah
bersabda, "Lihatlah orang yang dibawahmu, jangan lihat orang yang
diatasmu. Dengan
begitu maka kamu tidak menganggap kecil terhadap nikmat Allah yang kau terima."
(HR Bukhari-Muslim).
Selain itu juga dalam bekerja kita
harus senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT karena
dengan bersyukur, maka nikmat yang ada akan semakin ditambah oleh-Nya, hal ini
senada dengan yang difirmankan oleh Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang
artinya : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Berbagai sarana
telah disediakan bagi tumbuhnya rasa syukur, sabar dan ikhlas dalam diri, baik
berupa kenikmatan ataupun ujian, bertafakkur terhadapnya, ambil nilai hikmah,
evaluasi diri dan melihat dari dekat ujian yang ditimpakan, tuntutan
menyempurnakan ikhtiar, selalu husnuzhan kepada Allah, jangan berputus asa dari
rahmat-Nya. Gaji kecil, lingkungan kerja yang tidak kondusif, atasan yang tidak
kompeten, dan lainnya bagi mereka bukan sebuah bencana, tetapi lebih merupakan
ujian yang dijanjikan Allah Swt yang akan berbuah pada meningkatnya kualitas
(kesadaran) iman dalam bekerja, sehingga hidup tetap optimis untuk maju, bukan
malah menyerah pada keadaaan dengan mengatakan “ini sudah takdir” atau “saya
sabar terima kondisi ini” tanpa sedikitpun melakukan perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
As'ad,
M. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: Liberty,
2003.
Mangkunegara,
A.P. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Munandar,
A.S. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press, 2001.
Robbins,
S.P. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo,
2003.
Alim,
M. B. Teori Herzberg dan Kepuasan Kerja
Karyawan. http://www.psikologizone.com/teori-herzberg-dan-kepuasan-kerja-karyawan,
2009.
Fahruddin, M. Teologi Sabar. http://www.mukhlisfahruddin.web.id/2009/04
/teologi-sabar.html, 2009.
sumber: m.rosikhul iman
sumber: m.rosikhul iman
Wynn Las Vegas - CasinoCyclopedia
BalasHapusThe Wynn Las Vegas is a five-star hotel in Las Vegas with 제천 출장샵 views over Las 경주 출장안마 Vegas. 사천 출장샵 The spacious rooms are air-conditioned and come with flat-screen TV. There 광주 출장샵 is an 안양 출장마사지 on-site Rating: 4.2 · 7,821 reviews