E-LIB SMKNDUA TANJUNGPINANG

SELAMAT DATANG DI E_LIB ES EMKA N DUA TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU

Selasa, 29 Mei 2012

KOMPETENSI GURU DIANTARA HARAPAN DENGAN KENYATAAN




IFTITAH

Pahlawan tanpa tanda jasa! Itulah salah satu judul lagu yang dialamatkan kepada “guru”. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tidak seorangpun anak manusia yang hidup tanpa bimbingan guru. Sebagai salah satu subsistem dalam pendidikan nasional, guru memiliki peran kunci dalam sistem pendidikan kita. Masa depan bangsa, salah satunya sangat ditentukan oleh guru. Tidaklah heran, dulu, ketika Hiroshima hancur lebur dibombardir Amerika Serikat, hanya satu pertanyaan yang keluar dari mulut Kaisar Jepang, “Berapa banyak guru yang masih hidup?”. Luar biasa, betapa saat itu, Sang Kaisar memikirkan nasib bangsa dengan menggantungkannya pada peran guru. Berat betul tanggung jawab seorang guru, sesuai dengan makna sebenarnya bahwa guru dalam bahasa Sanskerta mengandung arti, “BERAT”.

Pertanyaan besar kita terkait dengan judul tulisan ini adalah: 1) Apakah masyarakat saat ini sebagai produk pendidikan telah menunjukkan masyarakat ideal yang seharusnya seperti apa yang diharapkan? 2) masyarakat/generasi bangsa seperti apakah yang harus dihasilkan oleh guru melalui proses pendidikan? 3) Jika belum mencapai kondisi masyarakat ideal, faktor-faktor apa sajakah dari sisi guru (tenaga pendidik) sebagai salah satu komponen penting (sub system pendidikan nasional) yang menyebabkan hal tersebut terjadi? 4) Sebagai pembentuk masyarakat ideal, seperti apakah kompetensi seorang guru itu seharusnya? 5) Apa sajakah rekomendasi tim penulis untuk mencapai tujuan ideal pendidikan nasional dari sisi guru, khususnya peningkatan professional guru? Sebagaimana layaknya Pancasila, lima pertanyaan inilah yang penulis ingin coba jawab melalui tulisan yang sederhana ini.

Mengawali pembahasan tulisan ini, marilah kita tengok fakta yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sejak tahun 1990an sampai saat ini kita dirisaukan oleh maraknya “Tawuran Pelajar”, “Tawuran Mahasiswa”, bahkan “Tawuran DPR” terjadi di masa era reformasi ini. Kasus korupsi, kolusi, nepotisme mulai dari kelas kakap sampai
kelas teri paad berbagai sector baik pemerintahan maupun swasta. Deputi Bidang Investigasi BPKP menyatakan bahwa antara tahun 2008 - 2010 terdapat 487 kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar RP. 939,04 milliar. Dari sekian kasus, baru 19,5% atau 95 kasus yang ditangani.1 Data ini menggambarkan bahwa pendidikan belum menghasilkan manusia yang cerdas dan berakhlak mulia seperti diamantkan dalam tujuan pendidikan nasional. “Learning to be” dan “learning to live together” sebagai 2 dari 4 pilar pendidikan menurut UNESCO belum terbentuk.
Di sisi lain, jumlah tenaga penangguran masih tetap tinggi dari tahun ketahun masih tinggi. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pada tahun 2010 jumlah pengangguran Indonesia mencapai 8.32 juta orang2 menurun dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 9.43 juta orang.3 Tidaklah heran kalau indeks pembangunan manusia yang mengukur empat aspek, termasuk tingkat literasi dan pendidikan, menempatkan posisi Indonesia pada posisi 109 dari 117 negara4. Artinya, tingkat pendidikan dan tingkat produktifitas manusia Indonesia masih rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat menghasilkan masyarakat terampil
dan terdidik sehingga dapat bersaing di era global saat ini. Lantas, seperti apakah wujud masyarakat ideal yang harus dibangun melalui pendidikan? Bab 4, buku berjudul Learning: the Treasure Within karya Jacques Delors, dkk menjelaskan empat pilar pendidikan yang meliputi kemampuan learning to know/learn, learning to do, learning to be, learning to live together5 yang merupakan kemampuan yang saling terkait satu sama lain. Learning to know, adalah fungsi pendidikan dalam membangun siswa mailiki kemampuan berkonsentrasi, mencari tahu dan berpikir sehingga fungsi pendidikan adalah membekali kemampuan siswa untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Learning to do adalah fungsi pendidikan untuk membangun keterampilan bekerja
dimasa mendatang. Terkait dengan era informasi saat ini, maka learning to do bukan hanya sekedar membekali kemampuan mengerjakan pekerjaan khusus seperti pada era industri, tapi lebih jauh juga membekali keterampilan berinovasi. Learning to be adalah fungsi pendidikan untuk mengembangkan manusia sebagai manusia utuh yang meliputi jiwa dan raga (main and body), intelektual, kepekaan, spiritual, apresiasi estetik, dan lain-lain. Pilar ini juga adalah sebagai wujud kekhawatiran akan terjadinya dehumanisasi.

Learning to live together adalah fungsi pendidikan untuk membangun kemampuan untuk hidup berdampingan secara harmonis, menyadari kesamaan hak dan kewajiban, menyadari keniscayaan akan suatu perbedaan dan saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Semua itu harus terwujudl dalam proses pendidikan, dimana guru harus memiliki komptenesi dalam meramu proses pembelajaran yang dapat membangun empat pilar seperti tersebut di atas. Jika kita intip Amerika Serikat, maka kondisi ideal fungsi pendidikan dalam membangun masyarakat abad 21 tercermin dalam hasil rekomendasi team Partnership for 21 Century Skills seperti digambarkan sebagai berikut:6

Untuk membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge-base society) di abad 21 ini maka ada tiga besaran keterampilan yang harus dibangun melalui pendidikan, yaitu keterampilan hidup dan berkarir, keterampilan belajar dan berinovasi (berpikir kritis,berkomunikasi efektif, bekerja kolaboratif dan kreatif) danketerampilan atau melek informasi, melek media, dan melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Semua keterampilan tersebut dibangun dengan mengintegrasikannya kedalam sekelompok mata pelajaran inti yaitu, Bahasa Inggris, Bahasa-6 bahasa dunia lain, Seni, Matematika, Ekonomi, IPA, Geografi, Sejarah dan Kewarganegaraan. Untuk mewujudkan itu didukung pula oleh empat fondasi bertingkat yaitu lingkungan belajar,
pengembangan profesi, kurikulum dan proses pembelajaran, dan standar serta asesmen.

Merujuk pada kondisi ideal manusia yang harus dibangun melalui proses pendidikan seperti tersebut di atas, maka peran guru sangatlah penting. Paradigma pendidikan lama yang cenderung berpusat pada guru, segera harus ditinggalkan menuju paradigm
baru yang lebih berpusat pada siswa, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator, manajer, pembimbing sekaligus teman, dengan tujuan tersembunyi “hidden agenda/curriculum” mengembangkan kemampuan seperti tertuang dalam empat pilar pendidikan menurut UNESCO maupun Partnership for 21 Century Skills.

Dalam era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan sumber bahan untuk dipelajari berkembang demikian cepat. Dalam kondisi demikian, tuntutan terhadap kualitas menusia terdidik, baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional dan rasa tanggung jawab kemasyarakatakan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat. Heterogenitas peserta didik dalam berbagai dimensi (intelektual, kultural, dan ekonomi); terus berkembangnya ilmu pengetahauan dan teknologi sebagai objek belajar; terus berubahnya masyarakat dengan tuntutannya, merupakan faktor yang menjadikan guru harus memiliki dan profesional. Karena itu peranan guru tidak lagi hanya memberikan pelajaran dengan ceramah atau mendikte tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan, bakat, dan minat peserta didik. Guru juga tidak dapat lagi menggunakan bahan pelajaran yang sudah ketinggalan zaman. Guru juga tidak dapat lagi hanya membantu peserta didik dapat menjawab pertanyaan yang 7sifatnya hafalan. Guru dalam era globalisasi harus mampu merancang dan memilih bahan pelajaran serta strategi pembelajaran yang sesuai dengan anak dengan latar belakang yang berbeda; serta mengelola proses pembelajaran secara taktis dan menyenangkan, mampu memilih media belajar, dan merancang program evaluasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada penguasaan kompetensi.7 Sebagai kesimpulan, adalah fakta bahwa kondisi masyarakat saat ini mencerminkan fungsi pendidikan belum mampu membangun manusia Indonesia seperti yang diamanatkan UUD 1945 dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam system pendidikan nasional. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Mengapa hal tersebut terjadi?” Tentu saja banyak variable yang menyebabkan hal ini terjadi, mulai dari system pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana, proses pendidikan, dan salah satunya adalah variabel tenaga pendidik dan
kependidikan, lebih khusus lagi disebabkan karena salah satunya adalah oleh lemahnya kompetensi guru yang profesional.

KOMPETENSI GURU

Bahasan kita selanjutnya adalah menjawab: “seperti apakah kompetensi guru seharusnya?” Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan yuridis tentang Kompetensi dan Sertifikasi pasal (2) berbunyi: “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan pasal (3) disebutkan bahwa: Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Berdasarkan diktum ayat tersebut di atas, secara jelas dapat diketahui bahwa terdapat empat kompetensi yang harus melekat pada guru. Kompetensi tersebut menjadi tolok ukur kemampuan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya sebagai guru. Adapun kompetensi tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kompetensi pedagogik

Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2) Pemahaman terhadap peserta didik
3) Pengembangan kurikulum atau silabus
4) Perancangan pembelajaran
5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7) Evaluasi hasil belajar
8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Komptensi sebagaimana tersebut di atas menurut Soedijarto, hendaknya dimiliki oleh guru sebelum menjadi guru professional dengan kompetensi sebagai berikut: (1) guru memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran, (2) melaksanakan program pembelajaran, (3) mendiagnosis berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik, (4) menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah dikumpulkan secara sistematik.8

b. Kompetensi Kepribadian

Sebagaimana  dimaksud pada ayat 2 sekurangkurangnya mencakup kepribadian yang; (1) Beriman dan bertaqwa, (2) Berakhlak mulia, (3) Arif dan bijaksana, (4) demokratis; (5) Mantap, (6) Berwibawa, (7) Stabil, (8) Dewasa, (9) Jujur, (10) Sportif, (11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (12) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, (13) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial ini merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Kompetensi ini sekurang-kurangnyameliputi:

1) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;10 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama peserta didik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan,
orang tua atau wali peserta didik; 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan 5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.


d. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya sekurang-kurangnya meliputi:

1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; 2) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.9 Cony R. Semiawan mengemukakan bahwa kompetensi guru memiliki tiga kriteria yang terdiri dari:

1) Knowledge kriteria, yakni kemampuan intelektual yang  dimiliki seorang guru yang meliputi penguasaan materi   pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkahlaku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang kemasyarakatan, dan pengetahuan
umum. 2) Performance criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan pelbagai keterampilan dan perilaku, yang meliputi keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan keterampilan menyusun persiapan mengajar atau perencanaan mengajar. 3) Product criteria, yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.10 Dengan demikian jelas bahwa guru merupakan sebuah profesi, yang hanya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus.

Selanjutnya profesi guru merupakan bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip khusus. Di dalam Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa prinsip-prinsip profesi guru adalah sebagai berikut: 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism 2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia 3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas 4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan 6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan 9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.11

TANGGUNG JAWAB GURU
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin di antara kita masih ingat, ketika duduk di kelas I SD, gurulah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu demi satu tangan peserta didik dan membantunya untuk dapat memegang pensil dengan benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang besar di celana.
Gurulah yang menggendong peserta didik ketika ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme. Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterahkan, masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut:

· Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didik
· Teman, tempat mengaduh, dan mengutarakan perasaan bagi peserta didik.
· Fasilitator yang selalu siap memberika kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai dengan minat, kemampuan dan bakatnya.
· Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
· Memupuk ras pecaya diri, berani dan bertanggungjawab.
· Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar.
· Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
· Mengembangkan kreatifitas.
· Menjadi pembantu ketika diperlukan. Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon dan Weinstein (1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 tugas dan tanggungjwab guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, peneliti, pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.12

a. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggungjawab; guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajarannya di sekolah, dan dalan kehiduapan masyarakat. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam peribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri, terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentrukan kompetensi, serta berytindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan berbagai tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah. Oleh karena itu dalam menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sindiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

b. Guru Sebagai Pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut:

· Membuat ilustrasi.
· Mendefinisikan.
· Menganalisis.
· Mensintesis.
· Bertanya.
· Merespon.
· Mendengarkan.
· Menciptakan kepercayaan.
· Memberikan pandangan yang bervariasi.
· Menyediakan media untuk mengkaji materi standar.
· Menyesuaikan metode pembelajaran.
· Memberikan nada perasaan.
c. Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, spritual yang dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Istilah perjalan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun di luar kelas yang mencakup seluruh kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengembangan dari setiap
aspek yang terlubat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalan tentu mempunyai tujuan. Keinginan, kebutuhan dan bahkan naluri manusia menuntut adanya suatu tujuan. Suatu rencana dibuat, perjalanan dilaksanakan dari waktu ke waktu terdapatlah saat berhenti untuk melihat ke belakang serta mengukur sifat, arti dan efektifitas perjalanan sampai tempat berhenti tadi. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut:

Pertama; guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai contoh, kualitas hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan membaca dan menyatakan pikiranpikirannya secara jelas.

Kedua; guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan.

Ketiga; guru harus memaknai kegitan belajar. Hal ini mungkin tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna, kurang menantang rasa ingin tahu, dan kurang imajinatif. Guru harus melakukan penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil mengapa dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan di masa mendatang agar pembelajaran
menjadi sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai kemajuan dan keberhasilan sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya (self directing)?. Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang harus dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

d. Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang betugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan porsi masing-masing. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.

e. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan sebagai bagi orang tua. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan, dan penasehat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Pendekatan psikologi dan mental akan banyak menolong guru dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat .

f. Guru Sebagai Model
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan dengan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian yaitu: (1) Sikap dasar; yaitu postur psikologisyang akan nampak dalam masalah-masalah penting seperti: keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dll, (2) Berbicara dan gaya bicara; penggunaan bahasa sebagai alat berpikir, (3) Kebiasaan bekerja, (4) Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, (5) Pakaian, (6) Hubungan kemanusiaan, (7) Proses berpikir, (8) Perilaku neurotis, (9) Selera, (10), Keputusan, (11) Kesehatan, dan (12) Gaya hidup secara umum. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, secara teoretis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu.

g. Guru Sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksunya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bias dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah ransangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap ransangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena
ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokkan konsentrasi peserta didik.

h. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreatifitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan disekitar kita. Kreatifitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreatifitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Kreatifitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih dari sekarang.

i. Guru Sebagai PeKerja Rutin
Sedikitnya terdapat 17 (tujuh belas) kegiatan rutin yang sering dikerjakan guru dalam pembelajaran di setiap tingkat, yaitu: 1) Bekerja tepat waktu baik di awal maupun akhir pembelajaran. 2) Membuat catatan dan laporan sesuai dengan standar kinerja, ketetapan dan jadwal waktu.3) Membaca, mengevaluasi dan mengembalikan hasil kerja
peserta didik. 4) Mengatur kehadiran peserta didik dengan penuh tanggung jawab. 5) Mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan, semesteran dan tahunan. 6) Mengembangkan peraturan dan prosdur kegiatan kelompok, termasuk diskusi. 7) Menetapkan jadwal kerja peserta didik. 8) Mengadakan pertemuan dengan orang tua dan dengan peserta didik. 9) Mengatur tempat duduk peserta didik. 10) Mencatat kehadiran peserta didik. 11) Memahami peserta didik. 12) Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, kepustakaan dan media pembelajaran. 13) Menhadiri pertemuan dengan guru, orang tua peserta didik dan alumni. 14) Menciptakan iklim kelas yang kondusif. 15) Melaksanakan latihan-latihan pembelajaran. 16) Merencanakan program khusus dalam pembelajaran, misalnya karya wisata. 17) Menasehati peseta didik.

j. Guru Sebagai Evaluator
Guru menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu melaukan evaluasi/penilaian terhadap aktifiatas yang telah dikerjakan dalam sistem sekolah. Peran ini penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam menentukan pilihan-pilihan serta kebijakan yang televan demi kebaikan sistem yang ada di sekolah, baik menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana prasarana, regulasi, sasaran dan tujuan, hingga masukan dari masyarakat luas. Seorang guru harus terus menerus melakukan evaluasi baik ke dalam maupun ke luar sekolah, guna meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik. Evaluasi ke dalam (internal) ditujukan untuk melihat kembali tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) visi, misi, tujuan dan sasaran, (2) kurikulum, (3) pendidik dan tenaga kependidikan, (4) dana, sarana dan prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja dana tau belajar. Evaluasi keluar ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah misalnya; (1) menjaga kepercayaan masyarakat, (2) memenuhi harapan para orang tua siswa, (3) memenuhi kebutuhan pemengku kepentingan, (4) desain ulang program magang untuk menghadapi persaingan, (5) memerhatikan dampak iptek dan informasi, dan (6) pengaruh dari lingkungan sosial.

TUGAS GURU
Menurut PP No. 74 tahun 2008, jabatan guru yang “murni guru” terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru bidang studi, dan guru mata pelajaran. Adapaun tugas masing-masingnya disajikan sebagai beikut;

a. Tugas Guru Kelas:
1) Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
2) Menyusun silabus pembelajaran;
3) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
4) Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
5) Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
6) Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada
pelajaran di kelasnya;
7) Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
8) Melakasanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
9) Melaksanakan bimbingan dan konselingdi kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
10) Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
11) Membimbing guru pemula dalam program induksi;
12) Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
13) Melaksanakan pengembangan diri;
14) Melaksanakan publikasi ilmiah;
15) Membuat karya inovatif.

b. Tugas Guru Mata Pelajaran
1) Menyususn kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
2) Menyusun silabus pemebelaran;
3) Menyususn rencana pelaksanaan pembelajaran;
4) Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
5) Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
6) Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampuhnya;
7) Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
8) Melakasanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
9) Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
10) Membimbing guru pemula dam program induksi;
11) Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
12) Melakasanakan pengembangan diri;
13) Melakasanakan publikasi ilmiah;
14) Membuat karya inovatif.

c. Tugas Guru Bimbingan dan Konseling
1) Menyususn kurikulum bimbingan dan konseling;
2) Menyusun bimbingan dan konseling
3) Menyususn satuan layanan bimbingan dan konseling
4) Melaksanakan bimbingan dan konseling persemester;
5) Menyusun alat ukur/lembar kerja program bimbingan dan konseling
6) Mengevaluasi proses dan hasil bimbingan dan konseling
7) Menganalisis hasil bimbingan dan konseling
8) Melaksanakan pembelajaran /perbaikan tindak lanjut bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
9) Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
10) Membimbing guru pemula dam program induksi;
11) Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
12) Melakasanakan pengembangan diri;
13) Melakasanakan publikasi ilmiah;
14) Membuat karya inovatif.13

POSISI GURU ABAD KE 21
Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003).14 Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama (pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”15. Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 31 ayat (2) menggariskan bahwa:“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional” (pasal 31 ayat (2)) dan “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” (Pasal 32). Ini berarti bahwa dalam proses transformasi budaya, perilaku hidup sosial kemasyarakatan yang kelak akan dilakoni oleh siswa; kedudukan sekolah sangatlah strategis untuk merealisasikan
hakikat dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang tersebut di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi tidak lebih dari tempat untuk “mendengar, mencatat, dan menghafal”. Suatu tradisi sekolah yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolah untuk kaum pribumi, yaitu Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno, Hatta, Syahrir, dan para “Founding Fathers” sebagai pemikir dan pembaharu.16 Memasuki abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dalam pandangan Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan sekolah dapat berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan guru untuk berperanan ikut “moulding the craracters and mind of the young generation”.17 Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan dan membangun peradaban, maka posisi guru sangat strategis untuk memainkan peran dan tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik dari berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik. Hal tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan sebagai “the learning proses” yaitu:

1. Guru harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat SAP, GBPP dan sebagainya).
2. Guru harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran (konten, isi, materi).
3. Guru harus memiliki kemampuan management (pengelolaan kelas).
4. Guru harus memiliki kemampuan mengevaluasi (memberikan penilaian)
5. Guru harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing, mendidik, mengarahkan, memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan kelebihan para peserta didik).18 Berangkat dari the learning proses tersebut di atas, diharapkan sekolah sebagai wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi budaya (mencerdaskan kehidupan bangsa).

REKOMENDASI
Tugas dan peran guru dalam pendidikan nasional, setelah membaca penjelasan di atas ternyata cukuplah berat. Hal ini sesuai dengan definisi “guru” dalam bahasa Sanskerta yang artinya “BERAT”. Untuk menghasilkan guru yang professional dan kompeten juga adalah tantangan yang sangat berat. Mengacu pada pendapat dan teori sebagai landasan yang telah dijelaskan di atas, dalam rangka membangun bangsa melalui pendidikan, khususnya dalam meningkatkan peran guru didalamnya, tim penulis merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlunya Identifikasi dan Proyeksi Kebutuhan Guru
Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Dr. Fasli Djalal menyatakan bahwa rasio guru-murid Indonesia paling ideal, secara nasional rata-rata satu orang guru melayani 18 siswa, sementara Korea Selatan rata-rata melayani 35 siswa.19 Dalam kesempatan itu pula Ia menjelaskan bahwa walau demikian penyebarannya tidak merata. Disatu wilayah kelebihan guru sementara di wilayah lain sangat kekurangan guru. Mengingat hal ini, maka perlu identifikasi kebutuhan dan proyeksi guru dengan melihat kecenderungan siswa wajib sekolah, guru pension, serta penyebaran guru. Hal ini penting karena akan menyangkut pada rekomendasi berikutnya yaitu sistem rekrutmen dan system pendidikan guru.

2. Perlunya Ikatan Dinas untuk Guru
Salah satu penyebab kurangnya guru yang berkualitas adalah karena profesi guru yang tidak menarik dan tidak memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan profesi dokter, insinyur, ekonom, akuntan dan lain-lain. Bahkan, lembaga pendidikan keguruan juga tidak menjamin penempatan lulusannya menjadi guru. Oleh karena itu, Ikatan Dinas untuk Pendidikan Guru menjadi sangat penting dan perlu ditunjang oleh manajemen karir, insentif, gaji yang memadai dan jelas sehingga meningkatkan ranking status social dan ekonomi seorang guru yang tidak akan lagi dgambarkan sebagai “Oemar Bakrie dengan Sepeda Ontelnya”.

3. Perlunya Pembenahan Ulang Sistem Pendidikan Guru
Soedijarto menjelaskan panjang lebar sejarah perkembangan pendidikan guru sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, era orde baru dan era reformasi dalam salah satu tulisan berjudul “Teacher Education in Indonesia”. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa untuk menghasilkan guru professional yang kompeten, disamping iinsentif dan pengalaman belajar yang bermakna, serta mempraktekkan proses belajar mengajar, maka diperlukan juga proses sosialisasi sikap, nilai dan kompetensi. Oleh karena itu, calon guru harus ditempatkan dalam suatu asrama (dormitory) dan memiliki sekolah sebagai tempat praktek dan belajar bagaimana siswa belajar dalam situasi proses belajar mengajar yang nyata.20 Artinya dari sisi fasilitas, institusi pendidikan guru
setidaknya harus memiliki asrama dan sekolah sebagai tempat belajar. Sedangkan dari sisi kurikulum, maka perlu ditinjau dan dirumuskan ulang tujuan institusional pendidikan guru itu sendiri, berikut dengan tujuan kurikulernya secara lebih tangible dan SMART (specific, measurable, achievable, realistic, and time framed). Karena hal ini akan berimplikasi terhadap penentuan materi apa saja yang akan dipelajari, strategi pendidikan yang akan digunakan, system penilaian serta sarana dan prasarana yang dieprlukan. Dalam perspektif Teknologi Pendidikan, hal ini adalah pekerjaan besar dan penting untuk merancang dan mengembangkan sistem pendidikan guru yang sesuai dengan kebutuhan.

KESIMPULAN
Kondisi yang terjadi dalam masyarakat saat ini, seperti tingginya korupsi, kolusi dan nepotisme, tawuran (pelajar, mahasiswa), tingginya angka penganggura, rendahnya indeks pembangunan manusia, menunjukkan masih lemahnya pendidikan dalam membangun masyarakat sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Tujuan pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusi secara utuh, bukan hanya membangun keterampilan menghapal, menuntut profesionalitas dan kompetensi guru yang sangat tinggi. Oleh karena itu, guru memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya membangun bangsa yang maju. Di sisi lain, kompetensi guru seperti tertuang dalam PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, sudah dijabarkan secara eksplisit dan ideal. Namun, hanya sebatas di atas kertas, belum terimplementasikancdengan sebagaimana seharusnya. Bahkan masih banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi seperti yang diharuskan dengan kompetensi yang masih dipertanyakan karena berbagai sebab. Sebagai solusi direkomendasikan tiga hal dalam rangka memajukan pendidikan nasional melalui peningkatan kompetensi guru, yaitu 1) perlunya identifikasi dan proyeksi kebutuhan guru untuk pemerataan guru baik dari sisi jumlah maupun kualitas; 2) perlunya pendidikan guru sebagai Ikatan Dinas untuk menjamin bahwa profesi guru penting dan guru mencapai status social dan ekonomi yang setara atau bahkan lebih dengan profesi lain; dan 3) pembenahan ulang sistem pendidikan guru khususnya dari sisi fasilitas dan kurikulum dalam arti luas.

Reverence
1 Antara News.Com , “BPKP Temukan 487 Dugaan Korupsi Anggaran Negara”, http://www.antaranews.com/berita/243698/bpkp-temukan-487-dugaan-korupsi-anggarannegara,
diakses tanggal 14/2/2011.
2 BeritaSore.Com, “SBY: Angka Pengangguran Menurun”, http://beritasore.com/2011/02/02/presiden-jumlah-pengangguran-mencapai-832-juta-orang/ diakses 15/2/2011
3 TempoInteraktif.Com, “Tingkat Pengangguran mencapai 9.43 Juta Orang”, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/05/brk,20090105-153874,id.html) diakses
15/2/2011
4 (http://www.babelprov.go.id/content/hdi-indonesia-urutan-ke-109) diakses 15/2/2011)
5 UNESCO, “The Four Pilars of Education”, http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm diakses
tanggal 14/15/2009.

6 Partnership for 21st Century Skills, “Framework for 21st Century Learning”, http://www.p21.org/ index.php?option=com_content&task=view&id=254&Itemid=120 diakses tanggal 14/2/2011

7 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita(Jakarta: Kompas, 2008), h. 191
8 Ibid199.
9 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2009), h. 228-230
10 Cony R. Semiawan, Pendidikan Anak Berbakat (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2003), h.12
11 Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2009)
12 E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 37.
13 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 61.
14Undang-Undang republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional (Bandung: Citra Umbara, 2009), h. 60.
15Ibid, h. 64
16Soedijarto, Tulisan:Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia Pendidikan Yang Unggul Dan Mandiri”, yang diselenggarakan oleh ISPI Jawa Tengah di Surakarta 20 Desember 2008.
17 Ibid, h.
18Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa: Sebuah Usaha Memahami Makna
UUD ’45 (Jakarta: CINAPS, 2000), h. 140
19 Mata Guru, “Indonesia Terbaik di Dunia dalam RAsio Jumlah Guru Murid”,
http://mataguru.com/berita-guru/indonesia-terbaik-di-dunia-dalam-rasio-jumlah-guru-danmurid.
html diakses pada tanggal 14/2/2011
20 Soedijarto,” Pendidikan NAsional sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa” dalam “Teacher Education in Indonesia: An Account in the Development and Programs to Improve the Professional Qualification and the Competence of Indonesian Teaching Personel”, halaman 142 – 143.






DAFTAR PUSTAKA
Antara News.Com , “BPKP Temukan 487 Dugaan Korupsi Anggaran Negara”, http://www.antaranews.com/berita/243698/bpkptemukan-
487-dugaan-korupsi-anggaran-negara, diakses
tanggal 14/2/2011.
BeritaSore.Com, “SBY: Angka Pengangguran Menurun”, http://beritasore.com/2011/02/02/presiden-jumlahpengangguran-
mencapai-832-juta-orang/ diakses 15/2/2011
Danim, Sudarwan, dkk. Profesi Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2010
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008
Partnership for 21st Century Skills, “Framework for 21st Century Learning”,
http://www.p21.org/index.php?option=com_content&task=view&
id=254&Itemid=120 diakses tanggal 14/2/2011
Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta:
Kompas, 2008
, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-
Bangsa: Sebuah Usaha Memahami Makna UUD ’45 Jakarta:
CINAPS, 2000
, Tulisan: Pendidikan Guru Masa Depan Yang Bermakna Bagi
Peningkatan Mutu Pendidikan:
http://ispibanyumas.blogspot.com/search/label/
Semiawan, Cony R, Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta, 2003
TempoInteraktif.Com, “Tingkat Pengangguran mencapai 9.43 Juta Orang”,
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/05/brk,200901
05-153874,id.html) diakses 15/2/2011
Tomasevski, Katarina, Pendidikan Yang Terabaikan: Masalah dan
Penyelesaiannya, Jakarta: Departemen Hukum dan HAM
Indonesia,
Undang-Undang republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara, 2009
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bandung:
Citra Umbara, 2009
UNESCO, “The Four Pilars of Education”, http://www.unesco.org/
delors/fourpil.htm diakses tanggal 14/15/2009.