Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
A. PENGERTIAN
Classroom
action research (CAR) adalah action
research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research
pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang
dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu
terpecahkan. Ada
beberapa jenis action
research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research
(CAR). Jadi CAR
bisa berarti dua hal, yaitu classroom
action research dan collaborative
action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
Action
research
termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja
bersifat kuantitatif. Action
research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk
menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih
bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak
untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action
research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar
yang mirip dengan yang dimliki peneliti.
Perbedaan
antara penelitian formal dengan classroom
action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel
1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom
Action Research
Penelitian Formal
|
Classroom
Action Research
|
Dilakukan
oleh orang lain
|
Dilakukan
oleh guru/dosen
|
Sampel harus
representatif
|
Kerepresentatifan
sampel tidak diperhatikan
|
Instrumen
harus valid dan reliabel
|
Instrumen
yang valid dan reliabel tidak diperhatikan
|
Menuntut
penggunaan analisis statistik
|
Tidak
diperlukan analisis statistik yang rumit
|
Mempersyaratkan
hipotesis
|
Tidak selalu
menggunakan hipotesis
|
Mengembangkan
teori
|
Memperbaiki
praktik pembelajaran secara langsung
|
B. MODEL - MODEL
ACTION RESEARCH
Model
Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research,
terutama classroom
action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research.
Konsep pokok action
research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu :
(1) perencanaan (planning),
(2) tindakan (acting),
(3) pengamatan (observing),
dan (4) refleksi (reflecting).
Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.
Model
Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan
satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan,
terjadi dalam waktu yang sama
C. MASALAH CAR
Berikut
ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR.
Setiap hari guru mengahadapi
banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena
itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk CAR sungguh ironis. Merenunglah barang
sejenak, atau ngobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan
kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini.
Masalah pembelajaran dapat
digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) pengorganisasian
materi pelajaran, (b) penyampaian
materi pelajaran, dan (c) pengelolaan
kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi
sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa
daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan
masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media,
sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila
Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif,
Anda berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu
kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.
Jika Anda yakin bahwa ketiadaan
buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi pelajaran dan
mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan CAR untuk meningkatkan kebiasaan
belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan
itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang
akan Anda pecahkan cukup layak (feasible),
berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah
yang berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah
berada di dekat jalan raya.
Nilai UAN yang tetap rendah
dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk dipercahkan
melalui CAR,
apalagi untuk CAR
individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN
sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang
sekiranya mampu untuk Anda pecahkan.
Masalah yang terlalu kecil baik
dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah
siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian
itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti
pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua
orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan
sebagian besar siswa.
Kesulitan siswa memahami bacaan
secara cepat merupakan contoh dari masalah yang cukup besar dan strategis
karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua siswa memerlukan
keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya
siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang
meta belajar
(belajar bagaimana belajar) merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar
dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar
dan jelas.
Akhirnya Anda harus merasa
memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti. Hal itu diindikasikan
dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan keinginan Anda untuk segera
tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan.
Jangan mencari-cari masalah
hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang berbeda dengan orang lain.
Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda sehari-hari dan memang
problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda dampak negatifnya cukup
besar).
Tidak ada yang lebih menakutkan
daripada kesendirian. Dalam collaborative
action reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari
mata pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan
masalah.
D. IDENTIFIKASI,
PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi
Masalah
Dalam mengidentifikasikan
masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini.
2. Pemilihan Masalah
Anda tidak mungkin memecahkan
semua masalah yang teridentifikasikan itu secara sekaligus, dalam suatu action research
yang berskala kelas. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal
kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan
penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan
berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat
memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalah-masalah itu
berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai
prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut,
misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu
dengan yang lain.”
3. Deskripsi
Masalah
Setelah Anda memilih salah satu
masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin untuk memberi gambaran
tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya
terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang terlibat.
Contoh: “Jika diberi pelajaran
dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi, dan sejarah siswa merasa
sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran
yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering mengaitkan pembahasan dengan
mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah. Ketika saya minta siswa
mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba terhadap perkembangan
ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal mereka telah dapat
mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran geografi. Saya khawatir
siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam
kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana
saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita
mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak
hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang
sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal yang sama,
siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata pelajaran lain.”
4. Rumusan
Masalah
Setelah Anda memilih satu
masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu merumuskan masalah itu secara
komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci rumusan masalah action research
menggunakan lima
pertanyaan:
- Siapa yang terkena dampak negatifnya?
- Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
- Masalah apa sebenarnya itu?
- Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
- Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).
Contoh rumusan
masalah:
- Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)
- Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab pertanyaan 2)
- Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah, mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)
- Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika, bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)
Contoh
pertanyaan penelitian:
- Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?
- Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
- Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?
- Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal?
E. KAJIAN TEORI
DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Teori
Dalam membuat rumusan masalah
di atas sebenarnya Anda telah melakukan “analisis penyebab masalah” sekaligus
membuat “hipotesis tindakan” yang akan diberikan untuk memecahkan masalah
tersebut. Untuk melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan
yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada.
Tujuannya sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda lakukan dapat
dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses kolaborasi
memegang peranan yang sangat penting.
Anda juga perlu membaca hasil
penelitian terakhir, termasuk CAR,
siapa tahu apa yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain;
Anda dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang lebih
penting, Anda akan mengetahui trend-trend
baru yang sedang diperhatikan atau diteliti oleh para guru di seluruh dunia.
Sekarang ini sedang nge-trend
pembelajaran yang bernuansa quantum
teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan
competency based curriculum yang semua berorientasi pada
kepentingan siswa. Jika penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar
nilai UAN mereka meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa,
profesionalisme Anda akan dipertanyakan.
2. Hipotesis Tindakan
Lakukanlah analisis penyebab
masalah secara seksama agar tindakan yang Anda rencanakan berjalan dengan
efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat
juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan mana yang akan
berdampak paling efektif.
F. METODOLOGI
1. Setting Penelitian
Setting penelitian
perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi guru lain yang
ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan mempertimbangkan masak-masak
apakah ada kemiripan antara setting
sekolahnya dengan setting
penelitian Anda.
2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR
Dalam melakukan CAR kegiatan
mengajar standar (biasa) berlangsung secara alami; tetapi ada bagian-bagian
tertentu yang diberi perlakuan secara khusus dan diamati dampaknya secara
seksama. Langkah-langkah seperti pembuatan satuan pelajaran, rencana pelajaran,
lembaran kerja, dan alat bantu pembelajaran lainnya adalah langkah pembelajaran
standar, bukan CAR.
Asumsinya CAR
dilaksanakan oleh guru yang sudah melaksanakan pembelajaran standar secara
lengkap tetapi belum berhasil. Ia akan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari
pembelajaran standar itu. Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda.
3. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan CAR sebaiknya hanya
menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan CAR.
Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya bagian yang diubah
saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih baik jika perubahan itu
diletakkan dalam konteks satuan pelajaran aslinya sehingga terlihat jelas besar
perubahan yang dilakukan. Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya
tambahannya yang diuraikan secara rinci. Jika pembelajaran standar telah
dilaksanakan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR dengan
sendirinya sebagian besar sudah tersedia.
Yang sering terjadi dalam CAR selama ini
pembelajaran standar belum dilaksanakan sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan
pembelajaran standar. Hal itu terlihat dari latar belakang yang diuraikan
secara emosional oleh peneliti, umumnya menggambarkan pembelajaran yang sangat
tradisional, buruk, dan di bawah standar. Setelah sekolah mendapat bantuan dana
peningkatan kualitas pembelajaran pun uraian latar belakang itu tidak
menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara tidak langsung ditunjukkan
bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh pemberi dana selama ini berlalu
tanpa bekas.
Tahap perencanaan bisa
memerlukan waktu setengah bulan karena harus mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan, termasuk di dalamnya adalah penyusunan jadwal, pembuatan instrumen,
dan pemilihan kolaborator.
4. Siklus-siklus
Dalam CAR siklus
merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis lain; oleh karena itu
siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian
“riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam
penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan.
Dalam CAR
hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi sampai
berhasil.
Siklus terdiri dari (1)
perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi; dan (5)
perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya bagian yang dimodifikasi
melalui action
reseach, bukan seluruh proses pembelajaran. Modifikasi atau
perubahan secara total jarang dilakukan dalam action research yang berskala kelas
karena bagaimanapun sistem pendidikan secara umum masih belum berubah.
Misalnya Anda akan memodifikasi
pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan carta. Dalam “perencanaan” yang
Anda uraikan adalah tentang carta itu saja, misalnya “Tiap pertemuan diusahakan
akan ada carta yang digunakan dalam kelas.” Dalam “pelaksanaan” Anda uraikan
kenyataan yang terjadi, apakah benar tiap pertemuan bisa digunakan carta,
misalnya “Penggunaan carta tiap pertemuan hanya dapat dilakukan selama dua
minggu pertama; minggu berikutnya rata-rata hanya satu carta tiap empat
pertemuan.” Anda tentu saja dapat mengelaborasi “pelaksanaan” itu dengan
menyebutkan carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang paling
tepat untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan, berapa
ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. “Pengamatan” didominasi oleh data-data
hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai instrumen yang
telah disiapkan. “Refleksi” berisi penjelasan Anda tentang mengapa terjadi
keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan perencanaan kembali untuk
perlakuan pada siklus berikutnya.
Dalam action reseach
selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak sesuai dengan kaidah yang
sudah baku.
Inilah kelemahan-kelemahan
yang terjadi.
- Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar.
- Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terus-menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber (triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif.
- Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah, siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.
5. Instrumen
Instrumen merupakan bagian yang
tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR.
Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati.
Triangulasi dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk
menjamin validitas data.
G. HASIL
PENELITIAN
1. Siklus-siklus Penelitian
Hasil penelitian CAR tidak hanya
berisi data hasil observasi, melainkan justru proses perbaikan yang dilakukan.
Untuk itu siklus adalah cara yang tepat untuk menyajikan hasil penelitian. Data
hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks
siklus-siklus yang telah dilakukan.
2. Tabel, Diagram, dan Grafik
Tabel, diagram, dan grafik
sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil observasi. Gunanya agar
refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi sajian yang cantik itu bisa
menjadi blunder manakala angka-angkanya diatur sedemikain rupa sehingga
terkesan artificial.
Hasil yang begitu spektakuler seringkali tidak disertai dengan “bagaimana”
proses untuk mencapainya, sehingga pembaca akan makin ragu.
3. Hasil-hasil yang Otentik
Hasil-hasil yang otentik
seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto tentang proyek yang
dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan sebagai hasil penelitian.
H. KESIMPULAN CAR
1. Kesimpulan
Kesimpulan tentu saja harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis yang telah
dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4 di atas di samping menuntut
jawaban yang berupa hasil juga menuntut prosesnya. Marilah kita lihat
pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi.
- Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.
- Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
- Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.
- Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung.
Jadi kesimpulan penelitian CAR akan kurang
bermanfaaat jika bunyinya hanya seperti: “Pembelajaran dengan media akan
meningkatkan hasil belajar siswa.” Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan
penelitian kuantitatif. Guru lain yang membaca kesimpulan ini tentu ingin
mengetahui bagaimana prosesnya sehingga media itu bisa meningkatkan hasil
belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti dengan proses atau rinciannya,
seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa daripada media lain, b) Paling
banyak hanya 10 transparansi dapat ditunjukkan dalam satu presentasi, jika
lebih dari itu siswa akan bosan; c) Presentasi pada awal pembelajaran cenderung
lebih disukai; d) Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu transparansi
cenderung membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya tidak
lebih dari 20 menit.
2. Saran
Karena CAR bersifat
kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan hasil penelitian
tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi konteks penelitian secara
rinci sudah cukup untuk memberikan informasi bagi guru lain yang ingin meniru
keberhasilan Anda. Saran seperti “Program CAR ini perlu lanjutkan dan diperluas
untuk tahun-tahun mendatang,” juga kurang begitu perlu, bahkan kurang relevan.
Saran CAR diperlukan
misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang lebih luas dari sekedar
kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan pengaturan jadwal pelajaran di
sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat menyarankan tentang jadwal yang
diinginkan kepada fihak sekpolah.
I. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka mencerminkan
penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran yang Anda minati. Di
samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar pustaka
mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitien terbaru yang
sedang ngetren. Selama ini guru peneliti sering mencantumkan nama-nama ahli
pendidikan, psikologi, dan pembelajaran tetapi tidak disertai dengan daftar
pustakannya. Buatlah daftar pustaka secara cermat.
Sumber : Dr. Supriyadi M.
Pd.*)) disajikan dalam Workshop MKKS Tingkat Pusat yang Diselenggarakan olah
Direktorat Pendidikan Menengah Umum 12-15 September 2005 di Hotel Evergreen,
Cisarua, Bogor.
*) Dr. Supriyadi M. Pd. adalah
staf pengajar pada Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Penelitian
Tindakan Kelas
oleh:
Drs. Tatang Sunendar, M.Si.
Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
A.
Latar Belakang
Belakangan
ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh
para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di
berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap
masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang
di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian
terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan
dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang
telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai
sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap
pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan
dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas
dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas
keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Dalam
bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai
suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap
PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri,
bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian
terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak
perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang
mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan
melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
B.
Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan
mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional
seorang guru :
- PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
- PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
- Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
- Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
- Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
- Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
C.
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial
Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang
selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin
McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK
di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai
dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering
menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis
penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi,
manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam
bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun
mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu
berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan
tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan
dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut
John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982).
Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari
perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis
dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri
kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi
tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut
Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang
dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam
situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan
kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan
sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (
dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan
(Harjodipuro, 1997).
Lebih
lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut
dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna
sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap
dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses
pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung
jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka
guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi
dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan
cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan
diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya,
baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun
aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan
dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang
senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya
peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis,
realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan
kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya.
Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan
bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu
penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai
tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak
disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam
kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan
oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada
lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
D.
Jenis dan Model PTK
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang
relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain,
misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan
sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat
dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus.
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2)
kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6)
internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut
ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
- Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
- Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
- Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
- Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
- Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
- Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk
penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif
maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu
lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian
yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
E.
Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat jenis PTK,
yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK
eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara
singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
- PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
- PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
- PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
- PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
F.
Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa model PTK
yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya:
(1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model John Elliot,
dan (4) Model Dave Ebbutt.
- Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
- Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
Gambar 4: Riset Aksi Model John Elliot
G.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan
di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4
(empat) tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan
(planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4)
refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan
Pra PTK, yang meliputi:
- Identifikasi masalah
- Analisis masalah
- Rumusan masalah
- Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan Pra PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan
sebelum suatu rencana tindakan disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan
kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan
yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai
berikut ini.
- Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
- Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
- Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut?
- Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi?
- Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi, tahapan pra PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari
guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat
individual pada salah seorang murid saja, namun lebih merupakan masalah umum
yang bersifat klasikal, misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya
kualitas daya serap klasikal, dan lain-lain.
Berangkat
dari hasil pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
- Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
- Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
- Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya :(a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
- Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikianlah, secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK
ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain
secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya
dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap
hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan
mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu
identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru
guna mencari solusi dari masalah tersebut.
Contoh : Berlatih Menyusun Proposal PTK,
Pedoman Pengamatan PBM dan Aktivitas Siswa, Rambu-Rambu Laporan PTKKlik Disini
(.pdf)
Dalam tautan di bawah ini, Anda dapat melihat tulisan lain
tentang Penelitian Tindakan Kelas Karya Dr. Dedi Supriyadi
FORMAT PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)
A.
JUDUL PENELITIAN
Judul
penelitian hendaknya singkat dan spesifik tetapi cukup jelas mewakili gambaran
tentang masalah yang akan diteliti dan tindakan yang dipilih untuk
menyelesaikan atau sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi
B.
BIDANG ILMU
Tuliskan
bidang ilmu (Jurusan) dari Ketua Peneliti.
C.
PENDAHULUAN
Penelitian
dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Dalam
pendahuluan kemukakan:
1. Latar belakang masalah secara
jelas dan sistematis, yang meliputi: (a)
Uraian tentang kedudukan mata kuliah dalam kurikulum (semester, mata kuliah
yang ditunjang dan mata kuliah penunjang);
(b) Gambaran umum isi mata kuliah tersebut termasuk pembagian waktunya
(lampirkan Analisis Instruksional, SAP, GBPP dari mata kuliah yang
bersangkutan); (c) Metode pembelajaran yang digunakan saat ini.
2. Masalah yang dihadapi ditinjau dari hasil
belajar yang dicapai mahasiswa
D.
PERUMUSAN MASALAH
Rumuskan
masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Dalam perumusan masalah dapat
dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian.
Rumusan masalah sebaiknya menggunakan
kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan diambil dan hasil
positif yang diantisipasi.
Kemukakan
secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata
terjadi di kelas, penting dan mendesak untuk dipecahkan. Setelah didiagnosis (diidentifikasi) masalah
penelitiannya, selanjutnya perlu
diidentifikasi dan dideskripsikan akar penyebab dari masalah tersebut.
E.
CARA PEMECAHAN MASALAH
Uraikan pendekatan dan konsep yang digunakan untuk
menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah penelitian tindakan
kelas (yang meliputi: perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi,
yang bersifat daur ulang atau siklus). Cara pemecahan masalah telah
menunjukkan akar penyebab permasalahan dan bentuk tindakan (action) yang ditunjang dengan data yang
lengkap dan baik.
F.
TINJAUAN PUSTAKA
Uraikan dengan jelas kajian
teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang mendasari penelitian yang
akan dilakukan. Kemukakan teori, temuan dan bahan penelitian lain yang dipahami
sebagai acuan, yang dijadikan landasan untuk menunjukkan ketepatan tentang
tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi permasalahan penelitian tersebut.
Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan
digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan yang
diharapkan/diantisipasi.
G.
TUJUAN
PENELITIAN
Kemukakan secara singkat tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan pada
permasalahan yang dikemukakan. Tujuan umum dan khusus diuraikan dengan jelas,
sehingga tampak keberhasilannya.
H.
KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Uraikan kontribusi
hasil penelitian terhadap kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran,
sehingga tampak manfaatnya bagi mahasiswa, dosen, maupun komponen pendidikan
lainnya. Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian ini.
I.
METODE PENELITIAN
Uraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan
dilakukan. Kemukakan obyek, latar waktu dan lokasi penelitian secara jelas.
Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi,
yang bersifat daur ulang atau siklis. Tunjukkan siklus-siklus kegiatan
penelitian dengan menguraikan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam satu
siklus sebelum pindah ke siklus lainnya. Jumlah siklus disyaratkan lebih dari
dua siklus.
J.
JADWAL PENELITIAN
Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi kegiatan persiapan,
pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk bar chart. Jadwal kegiatan penelitian
disusun selama 10 bulan.
K.
PERSONALIA PENELITIAN
Jumlah personalia penelitian maksimal 3 orang. Uraikan peran
dan jumlah waktu yang digunakan dalam setiap bentuk kegiatan penelitian
yang dilakukan. Rincilah nama peneliti, golongan, pangkat, jabatan, dan lembaga
tempat tugas, sama seperti pada Lembar Pengesahan.
Lampiran-lampiran
1.
Daftar Pustaka, yang dituliskan secara konsisten menurut
model APA, MLA atau Turabian.
2.
Riwayat Hidup Ketua Peneliti dan Anggota Peneliti
(Cantumkan pengalaman penelitian yang relevan telah dihasilkan sampai saat ini
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar