IFTITAH
Pahlawan
tanpa tanda jasa! Itulah salah satu judul lagu yang dialamatkan kepada “guru”. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tidak seorangpun anak
manusia yang hidup tanpa bimbingan guru. Sebagai salah satu subsistem dalam
pendidikan nasional, guru memiliki peran kunci dalam sistem pendidikan kita.
Masa depan bangsa, salah satunya sangat ditentukan oleh guru. Tidaklah heran,
dulu, ketika Hiroshima hancur lebur dibombardir Amerika Serikat, hanya satu
pertanyaan yang keluar dari mulut Kaisar Jepang, “Berapa banyak guru yang masih
hidup?”. Luar biasa, betapa saat itu, Sang Kaisar memikirkan nasib bangsa
dengan menggantungkannya pada peran guru. Berat betul tanggung jawab seorang
guru, sesuai dengan makna sebenarnya bahwa guru dalam bahasa Sanskerta
mengandung arti, “BERAT”.
Pertanyaan
besar kita terkait dengan judul tulisan ini adalah: 1) Apakah masyarakat saat
ini sebagai produk pendidikan telah menunjukkan masyarakat ideal yang
seharusnya seperti apa yang diharapkan? 2) masyarakat/generasi bangsa seperti
apakah yang harus dihasilkan oleh guru melalui proses pendidikan? 3) Jika belum
mencapai kondisi masyarakat ideal, faktor-faktor apa sajakah dari sisi guru
(tenaga pendidik) sebagai salah satu komponen penting (sub system pendidikan
nasional) yang menyebabkan hal tersebut terjadi? 4) Sebagai pembentuk
masyarakat ideal, seperti apakah kompetensi seorang guru itu seharusnya? 5) Apa
sajakah rekomendasi tim penulis untuk mencapai tujuan ideal pendidikan nasional
dari sisi guru, khususnya peningkatan professional guru? Sebagaimana layaknya
Pancasila, lima pertanyaan inilah yang penulis ingin coba jawab melalui tulisan
yang sederhana ini.
Mengawali
pembahasan tulisan ini, marilah kita tengok fakta yang terjadi dalam kehidupan
kita sehari-hari. Sejak tahun 1990an sampai saat ini kita dirisaukan oleh
maraknya “Tawuran Pelajar”, “Tawuran Mahasiswa”, bahkan “Tawuran DPR” terjadi
di masa era reformasi ini. Kasus korupsi, kolusi, nepotisme mulai dari kelas
kakap sampai
kelas
teri paad berbagai sector baik pemerintahan maupun swasta. Deputi Bidang
Investigasi BPKP menyatakan bahwa antara tahun 2008 - 2010 terdapat 487 kasus
dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar RP. 939,04 milliar. Dari sekian
kasus, baru 19,5% atau 95 kasus yang ditangani.1 Data ini
menggambarkan bahwa pendidikan belum menghasilkan manusia yang cerdas dan
berakhlak mulia seperti diamantkan dalam tujuan pendidikan nasional. “Learning
to be” dan “learning to live together” sebagai 2 dari 4 pilar
pendidikan menurut UNESCO belum terbentuk.
Di sisi
lain, jumlah tenaga penangguran masih tetap tinggi dari tahun ketahun masih
tinggi. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pada tahun 2010
jumlah pengangguran Indonesia mencapai 8.32 juta orang2 menurun
dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 9.43 juta orang.3 Tidaklah
heran kalau indeks pembangunan manusia yang mengukur empat aspek, termasuk
tingkat literasi dan pendidikan, menempatkan posisi Indonesia pada posisi 109
dari 117 negara4. Artinya, tingkat pendidikan dan tingkat produktifitas manusia
Indonesia masih rendah.
Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat menghasilkan masyarakat terampil
dan
terdidik sehingga dapat bersaing di era global saat ini. Lantas, seperti apakah
wujud masyarakat ideal yang harus dibangun melalui pendidikan? Bab 4, buku
berjudul Learning: the Treasure Within karya Jacques Delors, dkk menjelaskan
empat pilar pendidikan yang meliputi kemampuan learning to know/learn, learning
to do, learning to be, learning to live together5 yang merupakan
kemampuan yang saling terkait satu sama lain. Learning to know, adalah
fungsi pendidikan dalam membangun siswa mailiki kemampuan berkonsentrasi,
mencari tahu dan berpikir sehingga fungsi pendidikan adalah membekali kemampuan
siswa untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Learning
to do adalah fungsi pendidikan untuk membangun keterampilan bekerja
dimasa
mendatang. Terkait dengan era informasi saat ini, maka learning to do bukan
hanya sekedar membekali kemampuan mengerjakan pekerjaan khusus seperti pada era
industri, tapi lebih jauh juga membekali keterampilan berinovasi. Learning
to be adalah fungsi pendidikan untuk mengembangkan manusia sebagai manusia utuh
yang meliputi jiwa dan raga (main and body), intelektual, kepekaan,
spiritual, apresiasi estetik, dan lain-lain. Pilar ini juga adalah sebagai
wujud kekhawatiran akan terjadinya dehumanisasi.
Learning
to live together adalah fungsi pendidikan untuk membangun kemampuan untuk hidup
berdampingan secara harmonis, menyadari kesamaan hak dan kewajiban, menyadari
keniscayaan akan suatu perbedaan dan saling menghargai dan menghormati satu
sama lain.
Semua itu
harus terwujudl dalam proses pendidikan, dimana guru harus memiliki komptenesi
dalam meramu proses pembelajaran yang dapat membangun empat pilar seperti
tersebut di atas. Jika kita intip Amerika Serikat, maka kondisi ideal fungsi
pendidikan dalam membangun masyarakat abad 21 tercermin dalam hasil rekomendasi
team Partnership for 21 Century Skills seperti digambarkan sebagai berikut:6
Untuk
membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge-base society) di abad 21 ini
maka ada tiga besaran keterampilan yang harus dibangun melalui pendidikan,
yaitu keterampilan hidup dan berkarir, keterampilan belajar dan berinovasi
(berpikir kritis,berkomunikasi efektif, bekerja kolaboratif dan kreatif)
danketerampilan atau melek informasi, melek media, dan melek teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Semua keterampilan tersebut dibangun dengan
mengintegrasikannya kedalam sekelompok mata pelajaran inti yaitu, Bahasa
Inggris, Bahasa-6 bahasa
dunia lain, Seni, Matematika, Ekonomi, IPA, Geografi, Sejarah dan
Kewarganegaraan. Untuk mewujudkan itu didukung pula oleh empat fondasi
bertingkat yaitu lingkungan belajar,
pengembangan
profesi, kurikulum dan proses pembelajaran, dan standar serta asesmen.
Merujuk
pada kondisi ideal manusia yang harus dibangun melalui proses pendidikan
seperti tersebut di atas, maka peran guru sangatlah penting. Paradigma
pendidikan lama yang cenderung berpusat pada guru, segera harus ditinggalkan
menuju paradigm
baru yang
lebih berpusat pada siswa, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator,
manajer, pembimbing sekaligus teman, dengan tujuan tersembunyi “hidden
agenda/curriculum” mengembangkan kemampuan seperti tertuang dalam empat
pilar pendidikan menurut UNESCO maupun Partnership for 21 Century Skills.
Dalam era
globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan sumber bahan untuk
dipelajari berkembang demikian cepat. Dalam kondisi demikian, tuntutan terhadap
kualitas menusia terdidik, baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional dan
rasa tanggung jawab kemasyarakatakan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Heterogenitas peserta didik dalam berbagai
dimensi (intelektual, kultural, dan ekonomi); terus berkembangnya ilmu pengetahauan
dan teknologi sebagai objek belajar; terus berubahnya masyarakat dengan
tuntutannya, merupakan faktor yang menjadikan guru harus memiliki dan
profesional. Karena itu peranan guru tidak lagi hanya memberikan pelajaran
dengan ceramah atau mendikte tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan, bakat,
dan minat peserta didik. Guru juga tidak dapat lagi menggunakan bahan pelajaran
yang sudah ketinggalan zaman. Guru juga tidak dapat lagi hanya membantu peserta
didik dapat menjawab pertanyaan yang 7sifatnya
hafalan. Guru dalam era globalisasi harus mampu merancang dan memilih bahan
pelajaran serta strategi pembelajaran yang sesuai dengan anak dengan latar
belakang yang berbeda; serta mengelola proses pembelajaran secara taktis dan
menyenangkan, mampu memilih media belajar, dan merancang program evaluasi yang
sesuai dengan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada penguasaan kompetensi.7 Sebagai
kesimpulan, adalah fakta bahwa kondisi masyarakat saat ini mencerminkan fungsi
pendidikan belum mampu membangun manusia Indonesia seperti yang diamanatkan UUD
1945 dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam system pendidikan nasional. Pertanyaan
selanjutnya adalah, “Mengapa hal tersebut terjadi?” Tentu saja banyak variable
yang menyebabkan hal ini terjadi, mulai dari system pembiayaan pendidikan,
sarana dan prasarana, proses pendidikan, dan salah satunya adalah variabel
tenaga pendidik dan
kependidikan,
lebih khusus lagi disebabkan karena salah satunya adalah oleh lemahnya
kompetensi guru yang profesional.
KOMPETENSI
GURU
Bahasan
kita selanjutnya adalah menjawab: “seperti apakah kompetensi guru seharusnya?”
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen
sebagai landasan yuridis tentang Kompetensi dan Sertifikasi pasal (2) berbunyi:
“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Sedangkan pasal (3) disebutkan bahwa: Kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Kompetensi
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Berdasarkan
diktum ayat tersebut di atas, secara jelas dapat diketahui bahwa terdapat empat
kompetensi yang harus melekat pada guru. Kompetensi tersebut menjadi tolok ukur
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya sebagai guru. Adapun kompetensi
tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kompetensi
pedagogik
Sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
1)
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2)
Pemahaman terhadap peserta didik
3)
Pengembangan kurikulum atau silabus
4)
Perancangan pembelajaran
5)
Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6)
Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7)
Evaluasi hasil belajar
8)
Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Komptensi
sebagaimana tersebut di atas menurut Soedijarto, hendaknya dimiliki oleh guru
sebelum menjadi guru professional dengan kompetensi sebagai berikut: (1) guru
memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran, (2) melaksanakan program
pembelajaran, (3) mendiagnosis berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi
peserta didik, (4) menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik
yang telah dikumpulkan secara sistematik.8
b.
Kompetensi Kepribadian
Sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 sekurangkurangnya mencakup
kepribadian yang; (1) Beriman dan bertaqwa, (2) Berakhlak mulia, (3) Arif dan
bijaksana, (4) demokratis; (5) Mantap, (6) Berwibawa, (7) Stabil, (8) Dewasa, (9)
Jujur, (10) Sportif, (11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
(12) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, (13) Mengembangkan diri
secara mandiri dan berkelanjutan.
c.
Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial ini merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Kompetensi
ini sekurang-kurangnyameliputi:
1)
Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; 2) Menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;10 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama peserta didik,
tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan,
orang tua
atau wali peserta didik; 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan 5) Menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
d.
Kompetensi Profesional
Kompetensi
Profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya sekurang-kurangnya meliputi:
1) Materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; 2)
Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang
secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata
pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.9 Cony R.
Semiawan mengemukakan bahwa kompetensi guru memiliki tiga kriteria yang terdiri
dari:
1) Knowledge
kriteria, yakni kemampuan intelektual yang
dimiliki seorang guru yang meliputi penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkahlaku individu, pengetahuan
tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang kemasyarakatan, dan
pengetahuan
umum. 2) Performance
criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan pelbagai keterampilan
dan perilaku, yang meliputi keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan
alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan keterampilan
menyusun persiapan mengajar atau perencanaan mengajar. 3) Product criteria,
yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar.10 Dengan demikian jelas
bahwa guru merupakan sebuah profesi, yang hanya dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi
guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus.
Selanjutnya
profesi guru merupakan bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
khusus. Di dalam Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
disebutkan bahwa prinsip-prinsip profesi guru adalah sebagai berikut: 1)
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism 2) Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia 3) Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas 4)
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5) Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan 6) Memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7) Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat; 8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan 9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.11
TANGGUNG
JAWAB GURU
Semua
orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini
muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya
senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal.
Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh
harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.
Minat,
bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak
akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu
perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta
didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin di
antara kita masih ingat, ketika duduk di kelas I SD, gurulah yang pertama kali membantu
memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu demi satu tangan peserta didik
dan membantunya untuk dapat memegang pensil dengan benar. Guru pula yang
memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan
mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak
bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di
kelas, bahkan ketika ada yang buang besar di celana.
Gurulah
yang menggendong peserta didik ketika ketika jatuh atau berkelahi dengan
temannya, menjadi perawat dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran,
kreatifitas dan profesionalisme. Memahami uraian di atas, betapa besar jasa
guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterahkan,
masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa. Guru juga harus berpacu dalam
pembelajaran, dengan
memberikan
kemudahan bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan,
dengan memposisikan diri sebagai berikut:
· Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didik
· Teman, tempat mengaduh, dan mengutarakan perasaan bagi peserta
didik.
· Fasilitator yang selalu siap memberika kemudahan, dan melayani
peserta didik sesuai dengan minat, kemampuan dan bakatnya.
· Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat
mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
· Memupuk ras pecaya diri, berani dan bertanggungjawab.
· Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi)
dengan orang lain secara wajar.
· Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik,
orang lain, dan lingkungannya.
· Mengembangkan kreatifitas.
· Menjadi pembantu ketika diperlukan. Untuk memenuhi tuntutan di
atas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran
sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
Untuk kepentingan tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young
(1988), Manan (1990), serta Yelon dan Weinstein (1997), dapat diidentifikasikan
sedikitnya 19 tugas dan tanggungjwab guru sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, peneliti,
pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.12
a. Guru
Sebagai Pendidik
Guru
adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para
peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan
disiplin. Berkaitan dengan tanggungjawab; guru harus mengetahui serta memahami
nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai
dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap
segala tindakannya dalam pembelajarannya di sekolah, dan dalan kehiduapan
masyarakat. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan
nilai spritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam peribadinya,
serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
Guru juga
harus mampu mengambil keputusan secara mandiri, terutama dalam berbagai hal
yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentrukan kompetensi, serta
berytindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Sedangkan
disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan berbagai
tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas
untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah. Oleh karena itu dalam
menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sindiri, dalam berbagai
tindakan dan perilakunya.
b. Guru
Sebagai Pengajar
Kegiatan
belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi,
kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat
kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Sehubungan
dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha
membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil
dalam memecahkan masalah. Untuk itu terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan
guru dalam pembelajaran, sebagai berikut:
· Membuat ilustrasi.
· Mendefinisikan.
· Menganalisis.
· Mensintesis.
· Bertanya.
· Merespon.
· Mendengarkan.
· Menciptakan kepercayaan.
· Memberikan pandangan yang bervariasi.
· Menyediakan media untuk mengkaji materi standar.
· Menyesuaikan metode pembelajaran.
· Memberikan nada perasaan.
c. Guru
Sebagai Pembimbing
Guru
dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan
dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal
ini istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental,
spritual yang dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing guru harus merumuskan
tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus
ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Istilah perjalan merupakan suatu
proses belajar, baik dalam kelas maupun di luar kelas yang mencakup seluruh
kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengembangan dari
setiap
aspek
yang terlubat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalan tentu mempunyai
tujuan. Keinginan, kebutuhan dan bahkan naluri manusia menuntut adanya suatu
tujuan. Suatu rencana dibuat, perjalanan dilaksanakan dari waktu ke waktu
terdapatlah saat berhenti untuk melihat ke belakang serta mengukur sifat, arti
dan efektifitas perjalanan sampai tempat berhenti tadi. Berdasarkan ilustrasi
di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan
kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut:
Pertama;
guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak
dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta
didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa
yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan
tujuan guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai
contoh, kualitas hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan membaca dan
menyatakan pikiranpikirannya secara jelas.
Kedua;
guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan yang
paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak
hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan
kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan
membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan.
Ketiga;
guru harus memaknai kegitan belajar. Hal ini mungkin tugas yang paling sukar
tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap
kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan
secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna,
kurang menantang rasa ingin tahu, dan kurang imajinatif. Guru harus melakukan
penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut: Bagaimana keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik
membentuk kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil
mengapa dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan di masa
mendatang agar pembelajaran
menjadi
sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam
menilai kemajuan dan keberhasilan sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya
(self directing)?. Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan
penilaian yang harus dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang
hasilnya sangat bermanfaat terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
d. Guru
Sebagai Pelatih
Proses
pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Karena
tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi
dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan
sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai
pelatih, yang betugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar,
sesuai dengan porsi masing-masing. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus
memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan
perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu guru harus
banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara
sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.
e. Guru
Sebagai Penasehat
Guru
adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan sebagai bagi orang tua.
Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang
kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta
didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam
prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai
orang kepercayaan, dan penasehat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi
kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Pendekatan psikologi dan mental akan
banyak menolong guru dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat .
f. Guru
Sebagai Model
Guru
merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang
menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang
dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya
yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan dengan itu, beberapa
hal di bawah ini perlu mendapat perhatian yaitu: (1) Sikap dasar; yaitu postur
psikologisyang akan nampak dalam masalah-masalah penting seperti: keberhasilan,
kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan,
permainan dll, (2) Berbicara dan gaya bicara; penggunaan bahasa sebagai alat
berpikir, (3) Kebiasaan bekerja, (4) Sikap melalui pengalaman dan kesalahan,
(5) Pakaian, (6) Hubungan kemanusiaan, (7) Proses berpikir, (8) Perilaku
neurotis, (9) Selera, (10), Keputusan, (11) Kesehatan, dan (12) Gaya hidup secara
umum. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, secara teoretis, menjadi teladan
merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti
menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai
tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi
itu.
g. Guru
Sebagai Pribadi
Sebagai
individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian
yang mencerminkan seorang pendidik.
Tuntutan
akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat
dibandingkan profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa
“guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksunya bahwa pesan-pesan yang
disampaikan guru bias dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa
ditiru atau diteladani. Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah
ransangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun
tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap ransangan yang menyinggung
perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda
dengan orang lain. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan
ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta
rendahnya konsentrasi, karena
ketakutan
menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokkan konsentrasi
peserta didik.
h. Guru
Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreatifitas
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk
mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas
merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan
disekitar kita. Kreatifitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu
yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya
kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Sebagai orang yang kreatif, guru
menyadari bahwa kreatifitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua
kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu.
Kreatifitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih
dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang
lebih dari sekarang.
i. Guru
Sebagai PeKerja Rutin
Sedikitnya
terdapat 17 (tujuh belas) kegiatan rutin yang sering dikerjakan guru dalam
pembelajaran di setiap tingkat, yaitu: 1) Bekerja tepat waktu baik di awal
maupun akhir pembelajaran. 2) Membuat catatan dan laporan sesuai dengan standar
kinerja, ketetapan dan jadwal waktu.3) Membaca, mengevaluasi dan mengembalikan
hasil kerja
peserta
didik. 4) Mengatur kehadiran peserta didik dengan penuh tanggung jawab. 5)
Mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan, semesteran dan tahunan. 6)
Mengembangkan peraturan dan prosdur kegiatan kelompok, termasuk diskusi. 7)
Menetapkan jadwal kerja peserta didik. 8) Mengadakan pertemuan dengan orang tua
dan dengan peserta didik. 9) Mengatur tempat duduk peserta didik. 10) Mencatat
kehadiran peserta didik. 11) Memahami peserta didik. 12) Menyiapkan bahan-bahan
pembelajaran, kepustakaan dan media pembelajaran. 13) Menhadiri pertemuan
dengan guru, orang tua peserta didik dan alumni. 14) Menciptakan iklim kelas
yang kondusif. 15) Melaksanakan latihan-latihan pembelajaran. 16) Merencanakan
program khusus dalam pembelajaran, misalnya karya wisata. 17) Menasehati peseta
didik.
j. Guru
Sebagai Evaluator
Guru
menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu melaukan evaluasi/penilaian
terhadap aktifiatas yang telah dikerjakan dalam sistem sekolah. Peran ini
penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam menentukan pilihan-pilihan
serta kebijakan yang televan demi kebaikan sistem yang ada di sekolah, baik menyangkut
kurikulum, pengajaran, sarana prasarana, regulasi, sasaran dan tujuan, hingga
masukan dari masyarakat luas. Seorang guru harus terus menerus melakukan
evaluasi baik ke dalam maupun ke luar sekolah, guna meningkatkan mutu pendidikan
yang lebih baik. Evaluasi ke dalam (internal) ditujukan untuk melihat kembali
tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) visi,
misi, tujuan dan sasaran, (2) kurikulum, (3) pendidik dan tenaga kependidikan,
(4) dana, sarana dan prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja dana tau
belajar. Evaluasi keluar ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang
dihadapi sekolah misalnya; (1) menjaga kepercayaan masyarakat, (2) memenuhi
harapan para orang tua siswa, (3) memenuhi kebutuhan pemengku kepentingan, (4)
desain ulang program magang untuk menghadapi persaingan, (5) memerhatikan dampak
iptek dan informasi, dan (6) pengaruh dari lingkungan sosial.
TUGAS
GURU
Menurut
PP No. 74 tahun 2008, jabatan guru yang “murni guru” terdiri dari tiga jenis,
yaitu guru kelas, guru bidang studi, dan guru mata pelajaran. Adapaun tugas
masing-masingnya disajikan sebagai beikut;
a. Tugas
Guru Kelas:
1)
Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
2)
Menyusun silabus pembelajaran;
3)
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
4)
Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
5)
Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
6)
Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada
pelajaran
di kelasnya;
7)
Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
8)
Melakasanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi;
9)
Melaksanakan bimbingan dan konselingdi kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
10)
Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar
tingkat sekolah dan nasional;
11)
Membimbing guru pemula dalam program induksi;
12)
Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
13)
Melaksanakan pengembangan diri;
14)
Melaksanakan publikasi ilmiah;
15)
Membuat karya inovatif.
b. Tugas
Guru Mata Pelajaran
1)
Menyususn kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
2)
Menyusun silabus pemebelaran;
3)
Menyususn rencana pelaksanaan pembelajaran;
4)
Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
5)
Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
6)
Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang
diampuhnya;
7)
Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
8)
Melakasanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi;
9)
Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar
tingkat sekolah dan nasional;
10)
Membimbing guru pemula dam program induksi;
11)
Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
12)
Melakasanakan pengembangan diri;
13)
Melakasanakan publikasi ilmiah;
14)
Membuat karya inovatif.
c. Tugas
Guru Bimbingan dan Konseling
1)
Menyususn kurikulum bimbingan dan konseling;
2)
Menyusun bimbingan dan konseling
3)
Menyususn satuan layanan bimbingan dan konseling
4)
Melaksanakan bimbingan dan konseling persemester;
5)
Menyusun alat ukur/lembar kerja program bimbingan dan konseling
6) Mengevaluasi
proses dan hasil bimbingan dan konseling
7)
Menganalisis hasil bimbingan dan konseling
8)
Melaksanakan pembelajaran /perbaikan tindak lanjut bimbingan dan konseling
dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
9)
Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar
tingkat sekolah dan nasional;
10)
Membimbing guru pemula dam program induksi;
11)
Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
12)
Melakasanakan pengembangan diri;
13)
Melakasanakan publikasi ilmiah;
14)
Membuat karya inovatif.13
POSISI
GURU ABAD KE 21
Hakikat
pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1 UU
No. 20 Tahun 2003).14 Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003,
tertulis: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam
pasal yang sama (pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “...
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu,
cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”15. Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia pasal 31 ayat (2) menggariskan bahwa:“Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pengajaran nasional” (pasal 31 ayat (2)) dan
“Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” (Pasal 32). Ini berarti
bahwa dalam proses transformasi budaya, perilaku hidup sosial kemasyarakatan
yang kelak akan dilakoni oleh siswa; kedudukan sekolah sangatlah strategis
untuk merealisasikan
hakikat
dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang tersebut
di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum
sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi
tidak lebih dari tempat untuk “mendengar, mencatat, dan menghafal”. Suatu
tradisi sekolah yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolah untuk kaum
pribumi, yaitu Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno,
Hatta, Syahrir, dan para “Founding Fathers” sebagai pemikir dan pembaharu.16 Memasuki
abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dalam pandangan
Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan sekolah dapat
berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan guru untuk berperanan ikut
“moulding the craracters and mind of the young
generation”.17 Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan
dan membangun peradaban, maka posisi guru sangat strategis untuk memainkan
peran dan tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik
dari berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik. Hal
tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan
sebagai “the learning proses” yaitu:
1. Guru
harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat SAP, GBPP dan
sebagainya).
2. Guru
harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran (konten, isi, materi).
3. Guru
harus memiliki kemampuan management (pengelolaan kelas).
4. Guru
harus memiliki kemampuan mengevaluasi (memberikan penilaian)
5. Guru
harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing, mendidik, mengarahkan,
memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan kelebihan para peserta
didik).18 Berangkat dari the learning proses tersebut di atas,
diharapkan sekolah sebagai wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi
budaya (mencerdaskan kehidupan bangsa).
REKOMENDASI
Tugas dan
peran guru dalam pendidikan nasional, setelah membaca penjelasan di atas
ternyata cukuplah berat. Hal ini sesuai dengan definisi “guru” dalam bahasa
Sanskerta yang artinya “BERAT”. Untuk menghasilkan guru yang
professional dan kompeten juga adalah tantangan yang sangat berat. Mengacu pada
pendapat dan teori sebagai landasan yang telah dijelaskan di atas, dalam rangka
membangun bangsa melalui pendidikan, khususnya dalam meningkatkan peran guru
didalamnya, tim penulis merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Perlunya Identifikasi dan Proyeksi Kebutuhan Guru
Wakil
Menteri Pendidikan Nasional, Dr. Fasli Djalal menyatakan bahwa rasio guru-murid
Indonesia paling ideal, secara nasional rata-rata satu orang guru melayani 18
siswa, sementara Korea Selatan rata-rata melayani 35 siswa.19 Dalam
kesempatan itu pula Ia menjelaskan bahwa walau demikian penyebarannya tidak
merata. Disatu wilayah kelebihan guru sementara di wilayah lain sangat
kekurangan guru. Mengingat hal ini, maka perlu identifikasi kebutuhan dan
proyeksi guru dengan melihat kecenderungan siswa wajib sekolah, guru pension,
serta penyebaran guru. Hal ini penting karena akan menyangkut pada rekomendasi
berikutnya yaitu sistem rekrutmen dan system pendidikan guru.
2.
Perlunya Ikatan Dinas untuk Guru
Salah
satu penyebab kurangnya guru yang berkualitas adalah karena profesi guru yang
tidak menarik dan tidak memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi
dibandingkan dengan profesi dokter, insinyur, ekonom, akuntan dan lain-lain.
Bahkan, lembaga pendidikan keguruan juga tidak menjamin penempatan lulusannya
menjadi guru. Oleh karena itu, Ikatan Dinas untuk Pendidikan Guru menjadi
sangat penting dan perlu ditunjang oleh manajemen karir, insentif, gaji yang
memadai dan jelas sehingga meningkatkan ranking status social dan ekonomi seorang
guru yang tidak akan lagi dgambarkan sebagai “Oemar Bakrie dengan Sepeda
Ontelnya”.
3.
Perlunya Pembenahan Ulang Sistem Pendidikan Guru
Soedijarto
menjelaskan panjang lebar sejarah perkembangan pendidikan guru sejak era
sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, era orde baru dan era reformasi dalam
salah satu tulisan berjudul “Teacher Education in Indonesia”. Dalam tulisannya
dijelaskan bahwa untuk menghasilkan guru professional yang kompeten, disamping
iinsentif dan pengalaman belajar yang bermakna, serta mempraktekkan proses
belajar mengajar, maka diperlukan juga proses sosialisasi sikap, nilai dan
kompetensi. Oleh karena itu, calon guru harus ditempatkan dalam suatu asrama
(dormitory) dan memiliki sekolah sebagai tempat praktek dan belajar bagaimana siswa
belajar dalam situasi proses belajar mengajar yang nyata.20 Artinya
dari sisi fasilitas, institusi pendidikan guru
setidaknya
harus memiliki asrama dan sekolah sebagai tempat belajar. Sedangkan dari sisi
kurikulum, maka perlu ditinjau dan dirumuskan ulang tujuan institusional
pendidikan guru itu sendiri, berikut dengan tujuan kurikulernya secara lebih
tangible dan SMART (specific, measurable, achievable, realistic, and time
framed). Karena hal ini akan berimplikasi terhadap penentuan materi apa saja
yang akan dipelajari, strategi pendidikan yang akan digunakan, system penilaian
serta sarana dan prasarana yang dieprlukan. Dalam perspektif Teknologi Pendidikan,
hal ini adalah pekerjaan besar dan penting untuk merancang dan mengembangkan
sistem pendidikan guru yang sesuai dengan kebutuhan.
KESIMPULAN
Kondisi
yang terjadi dalam masyarakat saat ini, seperti tingginya korupsi, kolusi dan nepotisme,
tawuran (pelajar, mahasiswa), tingginya angka penganggura, rendahnya indeks
pembangunan manusia, menunjukkan masih lemahnya pendidikan dalam membangun masyarakat
sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Tujuan
pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusi secara utuh, bukan hanya membangun
keterampilan menghapal, menuntut profesionalitas dan kompetensi guru yang
sangat tinggi. Oleh karena itu, guru memainkan peranan yang sangat penting
dalam upaya membangun bangsa yang maju. Di sisi lain, kompetensi guru seperti
tertuang dalam PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, sudah dijabarkan
secara eksplisit dan ideal. Namun, hanya sebatas di atas kertas, belum
terimplementasikancdengan sebagaimana seharusnya. Bahkan masih banyak guru yang
belum memenuhi kualifikasi seperti yang diharuskan dengan kompetensi yang masih
dipertanyakan karena berbagai sebab. Sebagai solusi direkomendasikan tiga hal
dalam rangka memajukan pendidikan nasional melalui peningkatan kompetensi guru,
yaitu 1) perlunya identifikasi dan proyeksi kebutuhan guru untuk pemerataan guru
baik dari sisi jumlah maupun kualitas; 2) perlunya pendidikan guru sebagai
Ikatan Dinas untuk menjamin bahwa profesi guru penting dan guru mencapai status
social dan ekonomi yang setara atau bahkan lebih dengan profesi lain; dan 3)
pembenahan ulang sistem pendidikan guru khususnya dari sisi fasilitas dan
kurikulum dalam arti luas.
Reverence
1 Antara News.Com , “BPKP
Temukan 487 Dugaan Korupsi Anggaran Negara”, http://www.antaranews.com/berita/243698/bpkp-temukan-487-dugaan-korupsi-anggarannegara,
diakses tanggal 14/2/2011.
2 BeritaSore.Com, “SBY: Angka
Pengangguran Menurun”, http://beritasore.com/2011/02/02/presiden-jumlah-pengangguran-mencapai-832-juta-orang/ diakses 15/2/2011
3 TempoInteraktif.Com, “Tingkat
Pengangguran mencapai 9.43 Juta Orang”, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/05/brk,20090105-153874,id.html) diakses
15/2/2011
4 (http://www.babelprov.go.id/content/hdi-indonesia-urutan-ke-109) diakses 15/2/2011)
5 UNESCO, “The Four Pilars of
Education”, http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm
diakses
tanggal 14/15/2009.
6 Partnership for 21st Century Skills, “Framework
for 21st Century Learning”, http://www.p21.org/ index.php?option=com_content&task=view&id=254&Itemid=120
diakses tanggal 14/2/2011
7 Soedijarto,
Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita(Jakarta: Kompas, 2008), h. 191
8 Ibid199.
9 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara,
2009), h. 228-230
10 Cony R.
Semiawan, Pendidikan Anak Berbakat (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta,
2003), h.12
11 Undang-undang No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2009)
12 E
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 37.
13 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 61.
14Undang-Undang republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional (Bandung: Citra Umbara, 2009), h. 60.
15Ibid, h. 64
16Soedijarto, Tulisan:Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik Dalam Upaya Untuk
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Pendidikan Yang Unggul Dan Mandiri”, yang diselenggarakan oleh ISPI Jawa Tengah di Surakarta 20
Desember 2008.
17 Ibid, h.
18Soedijarto,
Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan
Membangun Peradaban Negara-Bangsa: Sebuah Usaha Memahami Makna
UUD ’45
(Jakarta: CINAPS, 2000), h. 140
19 Mata Guru, “Indonesia Terbaik
di Dunia dalam RAsio Jumlah Guru Murid”,
http://mataguru.com/berita-guru/indonesia-terbaik-di-dunia-dalam-rasio-jumlah-guru-danmurid.
html diakses pada tanggal 14/2/2011
20 Soedijarto,”
Pendidikan NAsional sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun
Peradaban Negara-Bangsa” dalam “Teacher Education in Indonesia: An Account in
the Development and Programs to Improve the Professional Qualification and the
Competence of Indonesian Teaching Personel”, halaman 142 – 143.
DAFTAR
PUSTAKA
Antara
News.Com , “BPKP Temukan 487 Dugaan Korupsi Anggaran Negara”, http://www.antaranews.com/berita/243698/bpkptemukan-
487-dugaan-korupsi-anggaran-negara, diakses
tanggal 14/2/2011.
BeritaSore.Com, “SBY:
Angka Pengangguran Menurun”, http://beritasore.com/2011/02/02/presiden-jumlahpengangguran-
mencapai-832-juta-orang/ diakses
15/2/2011
Danim, Sudarwan, dkk.
Profesi Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2010
E. Mulyasa, Menjadi
Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008
Partnership for 21st Century
Skills, “Framework for 21st Century Learning”,
http://www.p21.org/index.php?option=com_content&task=view&
id=254&Itemid=120 diakses
tanggal 14/2/2011
Soedijarto, Landasan
dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta:
Kompas, 2008
, Pendidikan Nasional
Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-
Bangsa: Sebuah
Usaha Memahami Makna UUD ’45 Jakarta:
CINAPS, 2000
, Tulisan: Pendidikan
Guru Masa Depan Yang Bermakna Bagi
Peningkatan
Mutu Pendidikan:
http://ispibanyumas.blogspot.com/search/label/
Semiawan, Cony R, Pendidikan
Anak Berbakat. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta, 2003
TempoInteraktif.Com,
“Tingkat Pengangguran mencapai 9.43 Juta Orang”,
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/05/brk,200901
05-153874,id.html) diakses
15/2/2011
Tomasevski, Katarina,
Pendidikan Yang Terabaikan: Masalah dan
Penyelesaiannya, Jakarta:
Departemen Hukum dan HAM
Indonesia,
Undang-Undang
republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem
Pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara, 2009
Undang-Undang No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Bandung:
Citra Umbara, 2009
UNESCO, “The Four Pilars
of Education”, http://www.unesco.org/
delors/fourpil.htm diakses tanggal 14/15/2009.
Sumber : http://www.teknologipendidikan.net/2011/02/17/kompetensi-guru-antara-harapan-dan-kenyataan/