E-LIB SMKNDUA TANJUNGPINANG

SELAMAT DATANG DI E_LIB ES EMKA N DUA TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU

Jumat, 17 Februari 2012

ISLAM DAN KEPUASAN KERJA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Sekarang ini pertumbuhan dunia usaha di tanah air mengalami banyak kemajuan, hal itu terlihat semakin bermunculannya industri yang bervariatif serta menampung banyak pencari kerja. Hal itu tentu berdampak pada pengelolaan yang lebih baik agar industri yang dijalankan dapat lebih bertambah atau bahkan dapat lebih berkembang. Yang dikelola oleh industri tidak hanya sesuatu yang bersifat material seperti uang, mesin atau bahan-bahan lainnya yang diperlukan dalam memproduksi suatu barang tetapi juga hal-hal yang bersifat non material yakni sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan tersebut.
            Jika dibandingkan dengan unsur-unsur lain dalam perusahaan, menurut beberapa ahli sumber daya manusia adalah unsur terpenting dan paling kompleks. Dalam industri, perhatian bukan hanya terfokus pada keuntungan yang didapat tetapi juga kepada karyawan yang menjalankan roda perusahaan. Perusahaan berkembang menjadi lebih besar bukan karena modal yang besar atau hasil produksi yang berlimpah tetapi juga faktor sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghasilkan barang ataupun jasa.
            Terkait arti pentingnya sumber daya manusia dalam perusahaan maka keberadaannya harus pula dilindungi dalam hal kesejahteraan, kesehatan, dan keamanan. Dalam bekerja manusia mendambakan suatu kepuasan kerja baik dari segi materiil maupun segi moril. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual, artinya setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu (Munandar, 2001).
            Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia, baik langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja. Kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang disediakan (Robbins, 2003). Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang tersedia. Kepuasan kerja yang rendah akan berdampak negatif terhadap produktifitas kerja.
            Menurut As’ad (2003) kepuasan kerja dapat berpengaruh pada perilaku karyawan antara lain produktifitas, kehadiran, kecelakaan kerja dan pengunduran diri. Hal senada juga dikemukakan oleh Keith dan Davis (dalam Mangkunegara, 2004) bahwa pada organisasi yang tingkat kepuasan kerja karyawannya kurang terdapat angka pengunduran karyawan yang lebih tinggi.
            Berkenaan dengan masalah kepuasan kerja karyawan, ada banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dalam pekerjaannya diantaranya sistem kompensasi yang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai dan gaya kepemimpinan dari seseorang yang secara organisasi berada dalam tingkatan yang lebih tinggi dari dirinya. Dari segi kompensasi, setiap karyawan akan selalu membandingkan antara hasil input dirinya dengan hasil input orang lain. Perlakuan yang tidak sama baik dalam reward maupun punishment merupakan sumber kepuasan atau ketidakpuasan karyawan. Dalam hal gaya kepemimpinan bahwasanya bekerja tanpa adanya arahan akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan akan mengakibatkan menurunnya motivasi untuk bekerja.
            Terkait dengan itu, Islam mengajarkan dalam bekerja hendaklah kita tidak terlalu mementingkan materi saja, tetapi harus pula disertai dengan keikhlasan, sabar, dan syukur. Sehingga kita bisa bekerja dengan sepenuh hati dan akibatnya kita akan merasakan kepuasan dalam bekerja.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kepuasan Kerja
            Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan-kepuasan itu tidak tampak, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan kerja akan berbeda pada masing-masing individu dan sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui.
            Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja ada beberapa pendapat sebagaimana menurut Siegel dan Lane dalam batasan yang diberikan oleh Locke (Munandar, 2001), bahwa kepuasan kerja adalah
            “The appraisal of one’s job as attaining or allowing the attainment of one’s important job values, providing these values are congruent with or help fulfill one’s basic needs” (Penilaian pekerjaan seseorang dalam pencapaian nilai pekerjaan seseorang yang penting serta menyediakan nilai-nilai tersebut yang sesuai dengan kebutuhan dasar seseorang).
            Sementara itu, Howell dan Dipboye (Munandar, 2001) berpendapat bahwa kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya karyawan terhadap berbagai aspek dari pekerjaanya. Denga kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap karyawan terhadap pekerjaannya.
            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja merupakan perasaan yang menyangkut karyawan terhadap pekerjaannya, apakah memuaskan atau tidak.
            Adapun teori-teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja menurut Munandar (2001) ada tiga macam, yakni :
A. Discrepancy Theory (Teori Pertentangan)
            Teori dari Locke ini menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap aspek-aspek pekerjaan memperlihatkan pertimbangan dua nilai, yaitu 1.) Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang ia terima; dan 2.) pentingnya apa yang diinginkan bagi individu tersebut. Menurut Locke juga individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan hal pribadi, tergantung bagaimana mempersepsikan ada kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil keluarannya.
B. Facet Satisfaction (Model Kepuasan Bidang/Bagian)
            Menurut teori ini, orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima.
C. Opponent-Process Theory (Teori Proses-Bertentangan)
            Prinsip teori ini adalah jika individu memperoleh imbalan atas pekerjaan yang dilakukan mereka merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah beberapa waktu rasa senang tersebut menurun sedemikian rupa sehingga menjadi agak sedih sebelum kembali lagi ke tingkatan normal. Hal ini terjadi karena emosi yang berlawanan berlangsung lebih lama.
           
            Selain teori tersebut, juga ada teori lain yang membahas kepuasan kerja two factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg (Alim, 2009). Two factor theory ini juga dikenal dengan motivator hygiene theory, teori Herzberg ini diturunkan atas pembagian hierarki kebutuhan Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Kebutuhan tingkat atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari maslow adalah penghargaan dan aktualisasi diri yang disebut sebagai motivator, sedangkan kebutuhan yang lain digolongkan menjadi kebutuhan bawah yang disebut sebagai hygiene factor. Kebutuhan lain tersebut adalah kebutuhan sosial, rasa aman dan fisiologis. Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor tertentu yang disosiasikan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain (Alim, 2009) :
  1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.
  2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
  3. Pencapaian (achievement), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
  4. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya.
  5. Pekerjaan itu sendiri (work it self), besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya.
Semua faktor diatas sering kali berhubungan dengan isi (content) dari sebuah pekerjaan, itu mengapa seringkali disebut juga content factor. Sedangkan kelompok-kelompok faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam pekerjaan seringkali disebut dengan context factor. Faktor-faktor ini adalah (Alim, 2009) :
  1. Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan.
  2. Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.
  3. Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance)
  4. Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat keseuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
  5. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.
Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator, yaitu faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas pekerjaannya. Bila content factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi juga tidak merasa ”tidak puas”. Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan memberikan kesempatan untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah. Bila context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat membuat pekerja merasa tidak puas (dissatisfied). Dalam ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga kerja banyak mengeluh dan merasa tidak puas, tetapi bila dipenuhi maka pekerja akan berada pada posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas) atau tepatnya dalam keadaan posisi netral.
            Menurut Blum (As’ad, 2003) terdapat faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja, antara lain :
a. Faktor Individual
            Yang terdiri dari umur, kesehatan, watak dan harapan.
b. Faktor Sosial
            Meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c. Faktor Utama (Pekerjaan)
            Terdiri dari upah/gaji, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan social dalam pekerjaan, kecepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang berkaitan dengan pribadi ataupun tugas.
            Sementara itu, Ghiselli dan Brown (As’ad, 2003) mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu :
1. Kedudukan/posisi
            Secara umum terdapat anggapan atau pendapat bahwa individu yang bekerja pada tingkat pekerjaan yang lebih tinggi akan cenderung lebih puas daripada individu yang bekerja pada tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2. Pangkat/golongan
            Dalam hal ini pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika terdapat kenaikan gaji, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat/golongan dan kebanggan terhadap kedudukan baru tersebut akan merubah perilaku dan perasaan.
3. Umur/usia
            Umur dinyatakan memiliki hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
            Masalah financial dan jaminan social secara umum berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5. Mutu Pengawasan
            Hubungan antara karyawan dengan pihak manajemen perusahaan sangat penting dalam arti menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut, atau kata lainnya rasa memiliki (sense of belonging).

            Kepuasan kerja karyawan ini nantinya akan diukur menggunakan penilaian responden terhadap beberapa indicator seperti hubungan dengan pimpinan, hubungan dengan rekan, lingkungan fisik kerja, saran atau kritik dari rekan kerja, hasil penyelesaian tugas dan tanggung jawab, perasaan di tengah keluarga terkait dengan kebutuhan tugas di kantor, perasaan jika mendapat penghargaan dari atasan, perasaan atau penilaian terhadap gaji, tunjangan dan bonus yang diberikan perusahaan, penilaian terhadap jaminan atau asuransi kesehatan, jaminan pension, dan penilaian terhadap cuti kerja.

B. Islam dan Kepuasan Kerja
            Jika kepuasan kerja dikaitkan dengan ajaran Islam maka yang muncul adalah tentang ikhlas, sabar, dan syukur. Ketiga hal tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari sangat berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam bekerja terutama kepuasan kerja. Bekerja dengan ikhlas, sabar dan syukur kadang-kadang memang tidak menjamin menaikkan output. Tapi sebagai proses, bekerja dengan ketiga aspek tersebut memberikan nilai tersendiri. Dengan bekerja secara ikhlas yang disertai dengan sabar dan syukur maka ada nilai satisfaction tertentu yang diperoleh, yang tidak hanya sekedar output. Ketika pekerjaan selesai, maka ada kepuasan yang tidak serta merta berkaitan langsung dengan output yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
            Bekerja dengan tidak disertai ikhlas, sabar dan syukur bisa menjadikan orang bermuka cemberut menyelesaikan tugas. Pekerjaan memang selesai, output ada, dan target bisa diperoleh. Tapi keberhasilan yang diperoleh bila bekerja tidak ikhlas, bisa membawa rasa marah dan capai.      Orang yang menyelesaikan pekerjaan dengan rasa ikhlas, sabar dan syukur mempunyai aura tubuh yang menggembirakan. Senyum yang cerah dan riang. Sebaliknya orang yang bekerja tidak ikhlas, sabar dan syukur akan tetap merasa tertekan, dan tidak puas, meski target dan output kegiatannya terpenuhi.
            Untuk bekerja secara ikhlas dengan sabar dan syukur, memerlukan sikap menerima apa adanya atau legowo. Seseorang yang memiliki sikap menerima apa adanya atau legowo bisa menerima keberhasilan dan ketidakberhasilan. Selalu siap menerima kenyataan bahwa output kerjanya lebih banyak dinikmati orang lain daripada untuk diri sendiri. Meski sudah kerja keras, dan kerja keras, outputnya ternyata adalah untuk pihak lain. Oleh sebab itu, kita diharuskan untuk bersyukur dan melihat ke golongan bawah serta tidak membandingkan dengan golongan atas. Hal tersebut sesuai dengan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, dia berkata “Rasulullah Saw pernah bersabda, "Lihatlah orang yang dibawahmu, jangan lihat orang yang diatasmu. Dengan begitu maka kamu tidak menganggap kecil terhadap nikmat Allah yang kau terima." (HR Bukhari-Muslim).
            Di era kompetisi kerja yang sangat keras dan ketat, bekerja dengan ikhlas, sabar dan syukur menjadi suatu tantangan yang berat. Tidak mudah untuk menerima kenyataan dimana seorang yang berhasil "menang", kompetisi dalam bekerja, ternyata outputnya lebih banyak untuk orang lain. Dengan bekerja secara ikhlas, sabar dan syukur tantangan yang berat itu menjadi ringan.
            Jika seseorang tersebut bekerja dengan ikhlas, sabar dan syukur maka ketika diberi nikmat oleh Allah SWT, ia akan berdoa sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah surat Al An’am: 19 yang berbunyi :
“Ya Tuhanku, anugerahilah aku kemampuan untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku”.
            Syukur berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang sempurna digunakan dengan baik, indra yang diberikan akan maksimal jika kita menyadari akan potensinya, kondisi sadar atas kepemilikan diri adalah konsep syukur, begitu juga kita diberi umur, kesehatan digunakan dengan baik, harta yang cukup digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Jika tidak mendapatkan itu  selanjutnya adalah sabar dan ikhlas dengan tetap memperhatikan potensi diri, memahami kondisinya, tetap stabil tidak larut dalam kesedihan atau kesenangan, tidak mudah putuh asa yang mengakibatkan stres atau depresi yang akan menimbulkan prilaku negatif, merugikan diri sendir bahkan orang lain, jadi bukan sabar yang ’bodoh’ tetapi penuh dengan kreatifitas, keteguhan, optimis jiwanya, tidak gampang terombang-ambing keadaan, Itulah kesadaran kita tetap terjaga dan terbaharui yang memungkinkan untuk mengambil keputusan dan tindakan secara bijaksana walaupun dalam situasi yang sulit sekalipun (Fahruddin, 2009).

BAB III
KESIMPULAN

            Dalam menjalani pekerjaan kita sehari-hari hendaknya kita selalu mensinergikan rasa ikhlas, sabar dan syukur agar dalam bekerja kita bisa memaksimalkan potensi yang ada di diri kita tanpa selalu melihat adanya materi, dan lain-lain.
            Rasa bersyukur yang telah ada hendaknya selalu ditumbuhkan dengan selalu melihat kepada golongan bawah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, dia berkata “Rasulullah Saw pernah bersabda, "Lihatlah orang yang dibawahmu, jangan lihat orang yang diatasmu. Dengan begitu maka kamu tidak menganggap kecil terhadap nikmat Allah yang kau terima." (HR Bukhari-Muslim).
            Selain itu juga dalam bekerja kita harus senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT karena dengan bersyukur, maka nikmat yang ada akan semakin ditambah oleh-Nya, hal ini senada dengan yang difirmankan oleh Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
            Berbagai sarana telah disediakan bagi tumbuhnya rasa syukur, sabar dan ikhlas dalam diri, baik berupa kenikmatan ataupun ujian, bertafakkur terhadapnya, ambil nilai hikmah, evaluasi diri dan melihat dari dekat ujian yang ditimpakan, tuntutan menyempurnakan ikhtiar, selalu husnuzhan kepada Allah, jangan berputus asa dari rahmat-Nya. Gaji kecil, lingkungan kerja yang tidak kondusif, atasan yang tidak kompeten, dan lainnya bagi mereka bukan sebuah bencana, tetapi lebih merupakan ujian yang dijanjikan Allah Swt yang akan berbuah pada meningkatnya kualitas (kesadaran) iman dalam bekerja, sehingga hidup tetap optimis untuk maju, bukan malah menyerah pada keadaaan dengan mengatakan “ini sudah takdir” atau “saya sabar terima kondisi ini” tanpa sedikitpun melakukan perubahan.
DAFTAR PUSTAKA

As'ad, M. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: Liberty, 2003.

Mangkunegara, A.P. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Munandar, A.S. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press, 2001.

Robbins, S.P. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo, 2003.

Alim, M. B. Teori Herzberg dan Kepuasan Kerja Karyawan. http://www.psikologizone.com/teori-herzberg-dan-kepuasan-kerja-karyawan, 2009.

Fahruddin, M. Teologi Sabar. http://www.mukhlisfahruddin.web.id/2009/04
/teologi-sabar.html, 2009.  

sumber: m.rosikhul iman

1 komentar:

  1. Wynn Las Vegas - CasinoCyclopedia
    The Wynn Las Vegas is a five-star hotel in Las Vegas with 제천 출장샵 views over Las 경주 출장안마 Vegas. 사천 출장샵 The spacious rooms are air-conditioned and come with flat-screen TV. There 광주 출장샵 is an 안양 출장마사지 on-site  Rating: 4.2 · ‎7,821 reviews

    BalasHapus